Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ahok Ahok I Like It
Tiba-tiba ada tetangga sebelah rumah hampiri saya menyodori formulir “Teman Ahok” buat pengumpulan dukungan
Editor: Toni Bramantoro
Pertanyaan ini tidak lantas saya tafsir sebagai SARA, justru pertanyaan kritis. Belum sempat menjawab pertanyaan itu, mereka sudah kabur duluan sambil mengulang-ulang That’s the Way Ahok Ahok I Like It.
Karena buat mereka jawaban – Ahok itu Cina atau orang Kristen – tidaklah penting lagi. Justru yang penting buat mereka bagaimana That’s the Way Ahok Ahok I Like It bisa membawa kegembiraan, daripada harus dipusingkan oleh jawaban yang mereka anggap tidak substansif dan tidak kontekstual.
Dalam hitungan tidak sampai semenit ternyata lagu plesetan That’s the Way Ahok Ahok I Like It menginspirasi saya untuk buka file; “New”, mending dibikin tulisan saja, semengalirnya.
Saya sendiri tidak banyak mengetahui sepak terjang pemilik nama lengkap Basuki Tjahaya Purnama yang lebih akrab dipanggil Ahok ini dikancah politik.
Ternyata ia pernah menjadi Bupati Bangka Belitung Timur. Pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar, dan memutuskan mundur dari partai berlambang pohon beringin, demi mewujudkan obsesinya untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2012.
Akhirnya ia diusung Partai Gerinda untuk mendampingi Jokowi yang ditandu oleh PDI Perjuangan, maju ke Pilkada DKI Jakarta 2012. Nama dan figur Ahok yang tak banyak dikenal sebelumnya, sontak melesat bagai meteor menggegerkan dunia persilatan Pilkada DKI Jakarta 2012 yang gaungnya sampai menasional.
Konstelasi dunia persilatan Pilkada DKI Jakarta 2012 pun sempat dibikin geger oleh gunjingan-gunjingan yang dilatari hanya karena si Ahok warga keturunan Cina, non muslim.
Semua tahu bahwa gunjingan ini sengaja digulirkan dan ditebarkan sebagai senjata politik, lalu digesek-gesekan menjadi benih isu yang sangat sensitif, yaitu sentimen politik primodial kesukuan dan keagamaan. Tak ayal lagi, ibarat bensin yang disulut api, langsung menyambar menambah panasnya temperatur suhu politik Pilkada DKI Jakarta 2012.
Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menjadi bintang panggung dalam pertarungan perhelatan Pilkada 2012. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah melakukan pendobrakan atas hegemoni kekuasaan politik yang berbasis sentimen promodial kesukuan dan keagamaan.
Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, Ahok telah menyibak tirai kabut yang selama ini dianggapnya menutupi kebhinnekaan sinar pelangi multikulturalisme demokratisasi politik.
Di luar masih terdengar acapella Ahok Ahok dan canda tawa. Tapi kali ini tidak lagi mengganggu konsentrasi di depan komputer, justru menikmati, anggap saja backsound.
Dunia anak adalah dunia keluguan, polos, apa adanya, tidak ada tendensi dan tidak punya pretensi. Mereka tidak menggunjingkan bahwa Ahok Ahok yang mereka sebut-sebut itu adalah Ahok yang China, orang Kristen.
Karena buat mereka tidak substansif dan tidak kontekstual.
Ahok itu China, orang Kristen? Apakah pertanyaan ini juga menjadi isu sentral yang mengarah ke sentimen SARA di masyarakat Bangka Belitung Timur yang mayoritas beragama Islam, ketika pria bernama Basuki Tjahaya Purnama ini mencalonkan diri, dan berhasil memenangkan pertarungan jadi bupati Bangka Belitung Timur?