Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Etika Menumpuk Harta Kekayaan dan Dilema 'Tax Amnesty'
Dalam hal strata atau kelas sosial, strata kehidupan jelas buatan manusia
Dimana kesepakatan ini dikarenakan pemerintah membawa kepentingan dalam revisi UU KPK dan DPR membawa kepentingan RUU Tax Amnesty.
Tax Amnesty (kebijakan pengampunan pajak) memiliki dua sisi. Dampak yang mencemaskan dari kebijakan itu adalah wajib pajak yang selama ini patuh membayar merasakan ketidakadilan. Kebijakan ini juga bisa disalahgunakan, seperti dijadikan alat untuk mencuci penghasilan yang diperoleh dari tindak pidana.
Disatu sisi kita merasa Tax Amnesty bukanlah menjadi win win solution, karena seharusnya sistem perpajakan kitalah yang harus diperbaiki administrasinya, kapasitas institusi perpajakan sendiri juga harus diperkuat, penegakan hukumnya juga masih lemah. Masih banyak yang harus dibenahi dan dipertimbangkan, jangan langsung ingin menerapkan pengampunan pajak, karena ini bisa meruntuhkan kredibilitas institusi perpajakan itu sendiri nantinya.
Ketika tidak dikelola dengan baik, pengampunan pajak akan mencederai rasa keadilan wajib pajak yang selama ini patuh. Karena itu,Tax Amnesty harus didesain khusus untuk meminimalisir ketidakadilan dan memaksimalkan kepentingan penerimaan negara. Pemerintahan kita harus menyeleksi kriteria wajib pajak, jenis pajak dan apa saja sumber penghasilan yang layak mendapat pengampunan pajak.
Tujuan awalnya dalam menerapkan pengampunan pajak sendiri sebelumnya yakni untuk repatriasi atau menarik dana warga negara Indonesia yang ada di luar negeri. Selain itu untuk meningkatkan pertumbuhan nasional dan meningkatkan basis perpajakan nasional, yaitu aset yang disampaikan dalam permohonan pengampunan pajak dapat dimanfaatkan untuk pemajakan yang akan datang.
Jika tujuan dan kontroversi sudah menjadi polemik maka tax amnesty adalah kebijakan yang bersifat one size doesn’t fit all.
Namun, jika kita telusuri lebih jauh lagi dengan uang yang puluhan tahun di luar, tentunya adanya banyak dana besar yang bisa dimanfaatkan dimana kita dapat menarik aset keuangan dari luar negeri sehingga dampaknya mempengaruhi neraca pembayaran, investasi domestik, atau pertimbangan keuangan lainnya.
Bagi pemerintah kebijakan pengampunan pajak dibutuhkan seiring dengan besarnya dana orang Indonesia di luar negeri. Lebih baik, dana dibawa ke dalam negeri dan digunakan untuk pembangunan.
Tapi kita harus mematangkan kebijakan tersebut. Kita harus mempersiapkan semuanya termasuk dari sisi basis maupun infrastruktur pendukungnya. Jadi bagaimanapun kita butuh supaya uang kita kembali kekampung halamannya.
Kita tidak bisa membiarkan uang yang puluhan tahun milik orang Indonesia harus di parkir ke luar negeri, yang di mana uang itu malah menyejahterakan orang luar negeri dari pada di dalam negeri. Karena Indonesia sedang butuh likuiditas, sehingga uang yang kembali masuk ke kampung halaman kita nantinya bisa digunakan untuk menggerakkan ekonomi nasional.
Dengan kasus-kasus seperti ini seharusnya kita, pemerintah atau bahkan lebih khusus lagi lembaga keuangan yakni bank lebih memperketat prudential banking dan tingkat kepatuhan pelaksanaan identifikasi dalam rangka mengenali transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction).
Dalam hal ini kita sangat terbantu dengan adanya PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan). Melalui lembaga ini dilakukan uji petik transaksi data pejabat dan pengusaha. Sehingga kita rakyat Indonesia dapat meminimalis segala bentuk korupsi, pencucian uang, dilemma tax amnesty dimana akan bermuara terhadap penyimpangan profil dan penyimpangan karakteristik serta etika dalam menumpuk harta kekayaan.