Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Plus Minus Tito Karnavian Jadi Kapolri
Tito merupakan calon terbaik dari sisi kualitas dan akademik di antara sembilan perwira tinggi (pati) bintang tiga Polri yang ada
Editor: Sanusi
Hermawan Sulistyo,
Pengamat Kepolisian, Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik LIPI, pengajar di PTIK dan Universitas Bhayangkara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo berpikir rasional memilih Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Tito Karnavian sebagai calon Kapolri tunggal untuk diajukan ke DPR RI dari delapan jenderal Polri dengan pangkat bintang tiga lainnya.
Tito merupakan calon terbaik dari sisi kualitas dan akademik di antara sembilan perwira tinggi (pati) bintang tiga Polri yang ada. Kemampuan intelektualnya di atas rata-rata dari sembilan calon Kapolri lainnya.
Diketahui Tito yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1985 yang mendapatkan gelar PhD dengan nilai Excellent dalam bidang Strategic Studies di Nanyang Technological University, Singapura pada 2013.
Selain itu, sejumlah studi atau kursus dan penugasan di luar negeri telah dilaksanakannya hingga ia mampu menguasai delapan bahasan asing dan disegani di dunia internasional.
Tito merupakan calon Kapolri terbaik dari sisi akademik mengingat ada calon Kapolri lainnya yang mempunyai dua gelar dokter. Namun, justru Presiden Jokowi tidak memilihnya.
Selain kemampuan akademik atau intelektualitas, Tito juga merupakan seorang 'polisi lapangan'. Ia mampu menerapkan atau merealisasikan kemampuan intelektual atau ilmu teori yang dimilikinya ke dalam pelaksanaan suatu tugas di lapangan.
Prestasinya di bidang penanganan korupsi dan terorisme di Tanah Air sejak 1999 sampai dengan menjabat Kepala BNPT sudah tidak diragukan lagi.
Nilai lebih seorang Tito sehingga Presiden Jokowi lebih memilihnya menjadi Kapolri karena pria kelahiran Palembang, 26 Oktober 1964 (51 th) tersebut terbilang bisa berbabur dan merangkul para seniornya di Polri. Para senior Polri menyenangi seorang Tito lantaran dia seorang pati yang hormat dan santun kepada senior.
Selain itu, Tito juga sebagai pimpinan kepolisian yang terbilang 'gaul'. Hal itu terlihat saat Tito Karnavian menjadi Kapolda Metro Jaya sempat beberapa kali terlihat jalan-jalan sore dan nongkrong di sebuah mal di ibukota dengan mengenakan celana jeans robek-robek, kaos oblong dan sepatu kets.
Tampilan yang sama dikenakan Tito saat beberapa kali bertemu dengan Hermawan. Tampilan itu menjadi 'seragam kebangsaan' seorang Tito di luar kantor.
Dengan tampilan seperti itu, menunjukkan seorang Tito bisa masuk ke semua lini masyarakat.
Meski demikain, ada juga nilai minus dari seorang Tito. Yakni, kurang mempercayakan penyelesaian suatu tugas ke anak buah atau stafnya. Ia banyak mengerjakan suatu tugas administrasi oleh diri sendiri dan kerap berwajah tegang saat menghadapi kejadian luar biasa seperti pengeboman di Jalan MH Thamrin pada awal 2016.
Bagi seorang Tito, suatu tugas atau pekerjaan akan lebih sempurna hasilnya jika dikerjakan oleh diri sendiri.