Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apa Untungnya bagi Pelaku Kejahatan Menjadi Justice Collaborator?
Selama belum ada kesepakatan mengenai JC antaraparat penegak hukum, pelaku kejahatan akan berhitung untung dan rugi menjadi JC
Editor: Malvyandie Haryadi
Namun berkasnya menyatu dengan terdakwa lain dan yang bersangkutan dipidana 4 tahun penjara.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengakui, kondisi JC saat ini memang belum seperti yang diharapkan.
Sebab, masih terdapat perbedaan penafsiran dan aturan yang dipedomani para aparat penegak hukum dalam menetapkan status JC.
Meski di sisi lain, pengaturan JC sudah diatur dalam hukum positif Indonesia. Namun, pelaksanaannya belum maksimal.
“Pengaturan mengenai JC merupakan salah satu amanat Konvensi PBB melawan korupsi. Peran JC dianggap penting untuk membongkar kejahatan-kejahatan terorganisir, termasuk salah satunya korupsi. Hanya saja menjadi JC memang tidak mudah, karena risikonya juga tinggi termasuk ancaman terhadap keselamatan,” kata Semendawai.
Karena itulah, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, mengatur dengan jelas kriteria JC berikut hak-hak dan penghargaan yang layak diperoleh JC mengingat pentingnya kesaksian mereka untuk mengungkap peran pelaku utama kejahatan.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengajak para aparat penegak hukum untuk sama-sama merujuk kepada UU Perlindungan Saksi dan Korban dalam menetapkan status JC.
Termasuk dalam memberikan penghargaan kepada mereka.
Sebab, hanya Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur secara jelas mengenai JC.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, kata Edwin, disebutkan kriteria JC dan penghargaan yang diberikan kepada JC.
Kriteria dimaksud yaitu JC bukan pelaku utama dan harus mengembalikan hasil kejahatannya.
Selain itu juga diatur mengenai penghargaan bagi JC, mulai hak agar bekas perkaranya dipisah dengan terdakwa lain hingga pengurangan masa hukuman.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah terdakwa korupsi yang disematkan status JC oleh KPK, dalam sidang putusan tidak diakui oleh majelis hakim.
Hakim menganggap mereka yang berstatus JC itu merupakan pelaku utama dan dijatuhkan vonis berat.