Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ahok, Dana Nonbujeter, dan Praktik Culas yang "Hidup Lagi"
Bahkan di era Orba, dalam banyak kasus, penerima dana nonbujeter tidak diharuskan menyampaikan permohonan tertulis, apalagi proposal dan tetek-bengek
Editor: Malvyandie Haryadi
Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 117 rekening. Dia pun memangkas dan merapikannya menjadi hanya 9 rekening.
Sistem pembukuan di Bulog yang tidak keruan dia ubah menjadi Generally Accepted Accounting Principles.
Dengan begitu, operasional Bulog bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan. Dana off budget yang jumlahnya triliunan rupiah menjadi on budget. Artinya, tidak bisa dipergunakan seenaknya sebagaimana terjadi sebelumnya.
Hanya dalam tempo kurang dari enam bulan memimpin Bulog, Rizal Ramli sukses merapikan ratusan rekening “siluman”.
Ketika meninggalkan Bulog, dia mewariskan surplus Rp5 triliun. Sayangnya, oleh penggantinya dana itu dipakai untuk membeli pesawat Sukhoi dari Rusia.
Jejak langkah Rizal Ramli di Bulog pun seakan tersapu begitu saja. Si pengganti akhirnya masuk penjara karena korupsi.
Menabrak Undang undang
Dari rentetan fakta tadi, satu hal yang pasti, dana nonbujeter memang tidak terjamah oleh aturan pengelolaan keuangan.
Ia jelas melanggar prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Dana nonbujeter juga menabrak UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Praktik dana nonbujeter berakibat pada pengelolaan keuangan yang buruk (bad governance) pada institusi dan perusahaan milik negara.
Tragisnya, kultur penyelengaraan negara yang buruk) kebiasaan rezim Orde Baru sepertinya dicontek oleh pemerintahan pascareformasi.
Ada semacam upaya menghidupkan kembali dana nonbujeter untuk berbagai kepentingan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Contoh terbaru adalah praktik yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahya Purnama pada kasus reklamasi teluk Jakarta.