Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Ancaman Gempa Bumi Menghantui Proyek Reklamasi Jakarta

Kondisi geologis Jakarta yang rawan terdampak gempa bumi merupakan ancaman besar yang patut diwaspadai.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Ancaman Gempa Bumi Menghantui Proyek Reklamasi Jakarta
NET
Ilustrasi gempa 

PENULIS: Ali Abdillah - Sekretaris Jenderal PPI Belanda,

Hero Marhaento - PhD Candidate/Researcher at Unite - University of Twente

Edwin Sutanudjaja -  Post-doctoral Fellow at Universiteit Utrecht

TRIBUNNERS - Proyek Reklamasi Jakarta memang sudah seharusnya dihentikan sebelum memakan korban jiwa.

Kondisi geologis Jakarta yang rawan terdampak gempa bumi merupakan ancaman besar yang patut diwaspadai.

Riset terbaru oleh Saygin, et al. (2016) dari Australian National University menemukan bahwa Jakarta terletak di atas lapisan sedimen tebal yang berpotensi terkena dampak aktivitas seismik saat subduksi terjadi di sepanjang lempeng Pasifik.

Dengan kata lain, gempa-gempa berkekuatan besar yang terjadi di luar Jakarta (terutama dari pesisir selatan pulau Jawa) sangat mungkin berimbas ke Jakarta.

Berita Rekomendasi

Studi yang dilakukan oleh LIPI menyebutkan  bahwa gempa raksasa pada tahun 1699 pernah memporakporandakan Jakarta.

Gempa tersebut berpotensi akan datang kembali apabila memiliki probabilitas waktu ulang 500 tahun (dapat dilihat di http://lipi.go.id/lipimedia/Peta-Direvisi-Sumber-Baru-Gempa-Ditemukan/15689).

Berdasarkan fakta tersebut, membangun tembok raksasa di Teluk Jakarta cukup berisiko.

Selain itu, potensi gempa dengan tambahan beban bangunan yang sangat besar di atas material dasar laut yang belum terkonsolidasi dapat menimbulkan liquifaksi.

Hal ini terjadi di bandara Kansai Jepang yang saat ini nyaris tenggelam karena pulau reklamasi tidak kuat menanggung besarnya beban infrastruktur dan liquifaksi akibat gempa.

Kami tidak menemukan satu pun dokumen pendukung NCICD yang membahas toleransi tanggul raksasa terhadap gempa bumi.

Bisa dikatakan, pembangunan mega-infrastruktur tidak selalu menjadi pilihan terbaik, bahkan di Belanda dan negara-negara maju lainnya.

Pengembangan berbasis alam saat ini mulai menjadi alternatif untuk memitigasi banjir dan pertahanan pesisir laut.

Pengembangan berbasis alam mempertimbangkan perlindungan keanekaragaman hayati serta tingginya biaya investasi dan pemeliharaan mega-infrastruktur.

Ini merupakan pergeseran paradigma yang sedang terjadi dan kerap disampaikan para akademisi dunia.

Karenanya, walaupun Belanda memiliki kemampuan dan pengalaman dalam membuat mega-infrastruktur penanggulangan banjir dan pertahanan pesisir, saat ini Belanda juga mulai mempertimbangkan solusi berbasis alam.

Belanda misalnya menjalankan proyek room for the river yakni menambah daya tampung sungai dengan memindahkan tanggul yang sudah ada ke jarak yang lebih jauh.

Pemerintah Indonesia sebaiknya memikirkan solusi bagi Jakarta dari hulu permasalahan. Menganggarkan uang dalam jumlah yang sangat besar tanpa memperbaiki akar permasalahan hanya akan menjadi bencana bagi warga Jakarta dan bagi Negara kita.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas