Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Dihadapan Perwira TNI dan Polri, Jenderal Gatot Jelaskan Skema dan Pola Ancaman Teroris

"ISIS sekarang sudah menjadi Islamic State bukan hanya di Suriah yang melibatkan Amerika dan Rusia, bahkan tambah meluas sekarang,” ungkapnya.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Dihadapan Perwira TNI dan Polri, Jenderal Gatot Jelaskan Skema dan Pola Ancaman Teroris
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo 

TRIBUNNERS - Saat ini terorisme menurun jumlahnya tapi meningkat berkali-kali lipat dampak potensi membunuhnya lebih kejam daripada pelanggaran kriminal, memiliki tujuan politik dengan metode militer  dan merupakan kejahatan negara.

Demikian kata Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat memberikan ceramah dihadapan 965 Siswa Sesko TNI, Sespimti Polri, Sesko Angkatan dan Sespimmen Polri di Gedung Jenderal Soedirman Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, eskalasi ancaman terorisme, bukan hanya berada di wilayah Yurisdiksi Indonesia saja, namun harus memandang terorisme sebagai jaringan global. “ISIS sekarang sudah menjadi Islamic State bukan hanya di Suriah yang melibatkan Amerika dan Rusia, bahkan tambah meluas sekarang,” ungkapnya.

“Skema dan pola ancaman terorisme semakin dinamis dan meluas secara asimetris, sehingga secara nyata mengancam Kedaulatan dan Pertahanan Negara. Masa lalu definisi terorisme adalah kejahatan kriminal, sedangkan masa kini terorisme adalah kejahatan terhadap  negara,” tutur Panglima TNI.

Karena skema dan pola yang masif dan asimetris maka setiap kejadian teror diberbagai negara selalu membawa dampak yang sangat serius.

Dampak dari akibat serangan teroris bisa dilihat dalam beberapa fakta sebagai berikut : tanggal 11 September 2001 WTC New York, Amerika Serikat sebanyak 2.977 orang tewas, tanggal 26 November 2008 Mumbai India sebanyak 170 orang tewas, tanggal 13 November 2015 Paris, Perancis sebanyak 129 orang tewas dan tanggal 15 Juli 2016 Nice, Perancis sebanyak 80 orang tewas.

Lebih jauh Panglima TNI menyampaikan pandangannya bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap negara seperti yang termuat dalam Resolusi 1566 Dewan Keamanan  PBB bahwa terorisme tidak sama dengan aksi  kriminal karena mengancam aturan sosial, kemananan individu, keamanan nasioanal, perdamaian dunia dan ekonomi.

Berita Rekomendasi

“Jadi terorisme adalah kejahatan terhadap negara karena terorisme merusak negara dan sudah terbukti,” kata Panglima TNI.

Hal tersebut sesuai dengan teori Boaz Ganor dari International Institute For Counter Terrorism, Interdiscplinary Center tentang terorisme, dimana hukum kriminal tidak akan mampu menjerat terorisme, karena dibuat untuk mengatur kehidupan sehari-hari.

Hukum perang lebih cocok didefinisikan menjerat aksi terorisme yang bertujuan politik dan sering menggunakan metode operasi layaknya militer.

Panglima TNI memberikan contoh penanganan teroris di Amerika Serikat, karena seriusnya ancaman terorisme terhadap negara maka dalam menangani aksi terorisme melibatkan CIA dan militer serta  menjadi agenda prioritas pemerintah Amerika Serikat.

Sementara di Indonesia terorisme masih didefenisikan sebagai kriminal biasa, sehingga fokus penindakkannya dimulai setelah ada bukti baru kemudian dilakukan penindakan (proyustisia). 

Inilah yang membuat pelaku teror nyaman berada di Indonesia karena hukum di Indonesia masih lemah.

“Perlu adanya perubahan pendekatan dalam menghadapi tindakkan terorisme yang sudah masif dengan lebih mengutamakan tindakan deteksi dan cegah dini,” ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Indonesia memiliki peluang dalam meningkatkan tindakan deteksi dan cegah dini terhadap ancaman terorisme melalui sinergitas TNI-Polri dan aparatur Pemerintah Daerah yang memegang peranan penting dalam upaya tersebut.

Bahwa upaya pencegahan tidak dapat dilakukan satu lembaga pemerintahan saja tetapi harus ada kerja sama dan sinergi antar lembaga pemerintah serta melibatkan masyarakat.

“Kita punya badan pengumpulan keterangan diseluruh pelosok Indonesia, Babinsa ada 53.000 personel  lebih, Babinkamtibmas dari Kepolisian 62.000 personel, Lurah/Kepala Desa 81.000 personel, total ada 271.000 orang apabila dimanfaatkan sangatlah efektif sekali,” ungkap Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Menurut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ada solusi lain untuk menghadapi semuanya itu, para elit harus bersatu bersama pemerintah, jangan hanya berwacana, apalagi saling menyerang bahkan menjelek-jelekan pemerintah, jangan ada lagi egosentris dan seharusnya kita mengutamakan berkarya hanya untuk NKRI.

Hadir dalam acara tersebut antara lain, Dansesko TNI Letjen TNI Agus Sutomo, Asops Panglima TNI Mayjen TNI Agung Rusdhianto, M.B.A. dan Kapuspen TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman serta Danseskoad Mayjen TNI Pratimun, Danseskoal Laksda TNI Herry Setianegara, S.Sos., S.H., M.M.,  Danseskoau Marsda TNI A. Dwi Putranto, Sespimti dan Sespimen.

Pengirim: Puspen TNI

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas