Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Senjata Public Relations Ketika Krisis Menerpa
ublic Relations atau yang sering kita sebut humas adalah profesi strategis yang banyak dibutuhkan oleh perusahan, lembaga pemerintah, dan lain- lain.
Penulis: Nadine Alisca
TRIBUNNERS - Public Relations atau yang sering kita sebut humas adalah profesi strategis yang banyak dibutuhkan oleh perusahan, lembaga pemerintah, dan lain- lain.
Pada umumnya PR hanya dikenal dengan sosok pembangun citra dan memiliki tampang rupawan. Bahkan, banyak persepsi yang menganggap enteng profesi PR.
Pada kenyataannya PR banyak dituntut di berbagai hal, seperti komunikator, marketing, menjalin hubungan baik dengan media (media relations), mengelola opini publik, publisitas, menjalin hubungan internal perusahaan dan eksternal, dan mengembalikan citra perusahaan apabila krisis menerpa (manajemen krisis).
Fungsi- fungsi PR tersebut dilaksanakan secara sinkron.
Namun dari fungsi-fungsi PR tersebut, manajemen krisis memerlukan nyali dan decision-making ability yang lebih besar.
Banyak PR yang justru tenggelam dalam dilema ketika krisis menyerang. Padahal seharusnya, ketika krisis menerpa, PR harus berdiri tegak pada gerbang depan.
Dewasa ini, Perusahan mengalami periode krusial atau tidak stabil yang bisa mengakibatkan dampak yang signifikan atau yang dikenal dengan istilah krisis.
Persepsi yang ditimbulkan setelah kasus terjadi memilki potensi besar untuk mempengaruhi reputasi dan kesejahteraan finansial perusahaan.
Persepsi yang bersifat positif atau negatif dapat mempengaruhi perilaku penuntut, regulator, dan audiens penting lainnya dalam proses resolusi.
Peran PR di sini adalah membantu menstabilkan situasi dengan menyampaikan pesan dan komunikasi yang tepat, jujur, dan tidak manipulatif.
Ed Novak, seorang pengacara dari agensi hukum Streich Lang mengungkapkan bahwa apabila PR kelihatan menutupi sesuatu dari media yang merupakan representasi publik, impresi negatif yang tercipta akan sulit dihapus dari citra perusahaan.
PR harus mengidentifikasi jenis krisis apakah yang dialami oleh perusahaannya. Krisis perusahaan bisa diakibatkan oleh natural disasters, masalah teknis, human error, atau kesalahan yang berasal dari eksekutif perusahaan.
Dari identifikasi krisis, PR juga seharusnya introspeksi dan menyelidiki dimanakah celah potensi masalah berasal, siapakah eksekutif perusahaan yang dicurigai mengeluarkan pernyataan yang salah kepada publik, atau praktik bisnis apa yang dijalankan perusahaan yang mungkin dipersepsikan ilegal.
Tantangan PR dalam menangani krisis sebanding lurus dengan peluang PR dalam eksplosi media sosial. Tidak bisa dipungkiri jika media sosial bisa menjadi sumber krisis.
Tetapi media sosial juga bisa menjadi alat pertahanan (defensive) dan penstabilan krisis.
Efek yang ditimbulkan dari penangan krisis melalui media lebih menjangkau luas dan menimbulkan opini dari publik yang cepat pula.
Brian Solis, seorang konsultan PR menyarankan agensi PR dewasa ini untuk siap berselancar dengan media sosial dalam penangan krisis.
Solis juga menekankan bahwa media lebih merepresentasi perubahan sosiologis daripada perubahan teknis. Agar perusahaan dapat menyampaikan pesannya dalam menangani krisis, perusahaan harus mampu melebur dengan media sosial.