Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Rezim Kuota Impor Rawan Persekongkolan Kartel dan Korupsi

Pengendalian impor Komoditas pangan kembali memakan korban, yaitu dugaan keterlibatan ketua DPD RI, Irman Gusman.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Rezim Kuota Impor Rawan Persekongkolan Kartel dan Korupsi
Warta Kota/Henry Lopulalan
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) berdemo di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2013) Mereka meminta KPK untuk menyelidiki dugaan penyelewengan izin impor gula rafinasi dan raw sugar yang merugikan petani dan negara dalam jumlah besar. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

Sehingga pola pemberian kuota yang diduga syarat korupsi akan bermuara pada kartel pangan, kelangkaan barang, dan harga tinggi yang merampas pendapatan masyarakat berpendapatan tetap dan rendah. Kebijakan kuota yang dilakukan secara KKN menyebabkan harga komoditas pangan sangat tinggi dan volatile (berfluktuasi).

Pemerintah perlu solusi yang komprehensif dalam tatakelola komoditas pangan nasional sekaligus mengikis habis potensi praktek korupsi dan kartel dalam tata kelola pangan nasional.

Langkah yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah:

(1) Pembenahan di hulu produksi dengan meningkatkan efisiensi produksi pangan nasional. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi disparitas harga pangan impor dan produksi dalam negeri.

(2) Review kebijakan untuk mengubah pola pengendalian impor komoditas pangan dari sistem pengendalian langsung lewat kuota yang rawan korupsi dan kartel menjadi pengendalian tidak langsung melalui mekanisme tarif. Pengendalian melalui sistem tarif memberi peluang secara terbuka kepada semua pelaku usaha untuk melakukan impor dengan tarif Bea masuk yang ditetapkan Pemerintah. Pola ini mengikis potensi Korupsi, mengurangi konsentrasi pada importir tertentu dan berpotensi menambah pendapatan negara dari tarif bea masuk.

(3) Mengubah pola manajemen tataniaga Komoditas pangan yang memberlakukan kontrol ketat di hulu (melalui sistem kuota yang rawan Korupsi) tetapi sangat liberal (bahkan tanpa pengawasan) di sisi hilir. Pola manajemen seperti ini sangat rawan korupsi dan praktek kartel untuk memperoleh eksesif profit yang merugikan masyarakat kecil. Idealnya, dalam sistem kuota impor d imana hanya segelintir pelaku usaha yang menguasai pasokan impor diawasi secara ketat dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Namun Hal ini sulit dilakukan jika sejak awal pemberian kuota terindikasi KKN.

(4) Dalam jangka sangat pendek perlu didorong transparansi dalam pemberian kuota. Pemerintan dapat melakukan tender terbuka dalam penentuan quota disertai persyaratan harga Jual di Pasar domestik. Tentu Saja Perlu melibatkan BUMN dalam setiap Komoditas pangan sehingga pengendalian pasokan dan harga bisa dilakukan melalui intervensi pasar.

Berita Rekomendasi

Langkah di atas diharapkan dapat membantu memberantas dua penyakit kronis sekaligus, yaitu: (1) memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). (2) Menberantas praktek kartel yang bersumber dari pemberian kuota yang tidak transparan dan terpusat pada kelompok kecil perusahaan.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas