Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nasib Badak Sumatera di Ujung Proyek Panas Bumi
Badak sumatera saat ini diperkirakan hanya menempati 237.100 hektar di bentang alam Kawasan Ekosistem Leuser
Editor: Choirul Arifin
Oleh: Praminto Moehayat, pemerhati lingkungan hidup
RASA prihatin mengiringi peringatan Hari Badak Sedunia yang setiap tahun akan diperingati serentak negara-negara pemilik satwa langka eksotis ini setiap tanggal 22 September.
Indonesia memiliki dua jenis spesies badakL badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang hidup di habitat Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)di Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung dan Kawasan Ekosistem Leuser, Provinsi Aceh.
Peningkatan populasi badak jawa di Ujung Kulon menunjukkan geliat positif. Sedangkan nasib badak sumatera justru terbalik.
Populasi badak sumatera cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Lebih dari 200 tahun yang lalu diperkirakan populasi badak terkecil di dunia ini masih sekitar 10 ribu individu.
Sejak tahun 1985, populasi terus menurun dari angka sekitar 600 menjadi kurang dari 100 individu saat ini.
Badak sumatera saat ini diperkirakan hanya menempati 237.100 hektar di bentang alam Kawasan Ekosistem Leuser, 63.400 hektar di Taman Nasional Way Kambas dan 82 ribu hektar di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Dari tiga juta hutan yang disurvei, badak sumatera hanya menghuni 13 persen dari total area tersebut.
Di bentang alam Leuser, badak sumatera diketahui menempati juga kawasan di luar batas Taman Nasional Gunung Leuser, yang berarti tingkat keterancaman mamalia besar ini menjadi lebih tinggi, baik dari minimnya upaya perlindungan maupun potensi konversi hutan yang menjadi habitatnya saat ini.(http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0136643).
Situasi mengenaskan ini diperberat pula dengan rencana proyek pembangunan pembangkit listrik panas bumi di zona inti kawasan konservasi terbesar kedua se-Sumatra itu.
Sekitar sebulan lalu, tepatnya 16 Agustus 2016, Gubernur Provinsi Aceh, Zaini Abdullah mengeluarkan surat dukungan proyek panas bumi dan memohon penurunan status zona inti Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pembangunan pembangkit listrik panas bumi tersebut.
Tidak hanya sampai di situ. Saat ini Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser.
Pembangunan PLTA ini diproyeksikan akan menghasilkan 180 MW listrik dan diharapkan dapat mengatasi krisis listrik di Aceh Selatan. Meski tidak berada dalam kawasan taman nasional, area ini diketahui menjadi kantung habitat badak terakhir di Sumatra.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.