Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Meneropong Kontestasi DI PBSI & PSSI
DALAM waktu dekat ini akan diselenggarakan pemilihan pimpinan baru untuk dua cabang olahraga yang sama-sama populer, yakni bulutangkis dan sepakbola.
Editor: Toni Bramantoro
Mulus atau tidaknya demokratisasi di PBSI dan PSSI sama-sama ditentukan oleh perilaku voter atau pemilik suara. Lurus atau bengkoknya pilihan mereka, dari pengalaman selama ini, dipengaruhi oleh berbagai indikator.
Satu hal yang pasti, baik di pemilihan pimpinan baru PBSI maupun PSSI, tidak pernah ada survei atau jajak pendapat yang mengakomodasi pilihan masyarakat--sejatinya komunitas bulutangkis dan sepakbola, apalagi melibatkan masyarakat umum secara luas.
Keterlibatan lembaga pooling mungkin saja dianggap tidak lazim. Berbeda dengan kontestasi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada Pilkada serentak 2017, khususnya Pilgub DKI.
Kontestasi baru digelar 15 Februari 2017, namun kegaduhannya sudah terjadi sejak jauh-jauh hari. Berbagai institusi jajak pendapat memprediksi peluang dari tiga pasangan calon (paslon) Gubernur DKI periode 2016-2021 tersebut: Agus Harimurti Yudhoyono-Silviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anis Baswedan-Sandiaga Uno.
Sehubungan dengan calon-calon pimpinan PBSI dan PSSI periode 2016-2020, kepada publik sudah tersampaikan kandidat-kandidat yang akan mendudukinya.
Sesuai dengan aturan atau peraturan organisasi dari kedua cabor, publik mengetahui adanya dua calon kuat untuk menjadi ketum PB PBSI 2016-2020, dan delapan kandidat untuk ketum PSSI periode sama.
Dari dinamika internal di PSSI, diketahui bahwa dari delapan kandidat ketum tersebut pilihan voter Kongres Pemilihan mengerucut kepada dua nama.
Sejauh ini, keduanya menjadi kandidat terkuat untuk merebut kursi "PSSI-1" itu. Yakni, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Jenderal TNI Edy Rahmayadi.
Figur-figur lain yang populer tetapi tampaknya hanya sekedar menjadi penghias adalah pengusaha pribumi Erwin Aksa, yang kemenakan dari Wapres Jusuf Kalla, dan Eddy Rumpoko, Walikota Batu, Malang, yang punya sejarah dengan klub Arema.
Mungkin bukan sekadar kebetulan jika untuk Munas PBSI pun ada keterlibatan sosok jenderal. Ia adalah Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, S.H. Kandidat kuat lainnya adalah pengusaha Gita Wirjawan, petahana ketum PBSI periode 2012-2016.
Keberadaan jenderal-jenderal dalam pemilihan pimpinan baru PBSI dan PSSI inilah yang menyebabkan atmosfir menjelang Munas PBSI dan Kongres PSSI terkesan panas. Apalagi, hingga tulisan ini dibuat, para kandidat tetap sama-sama menyatakan kesiapannya untuk menjadi nakhoda baru cabor bulutangkisa dan sepakbola.
MUNGKINKAH WIRANTO AKAN MULUS
Terkait dengan Munas PBSI, bukan baru kali ini arena pemilihan diwarnai tampilnya figur militer. Dalam 60 tahun terakhir perjalanan PBSI, lima ketua umumnya dijabat oleh korps baju hijau. Yakni, Tri Sutrisno, Suryadi, Subagyo HS, dan Sutiyoso, dan Djoko Santoso.
Gita Wirjawan adalah ketum dari kalangan sipil, sebagaimana Chairul Tandjung dan Rochdi Partaatmadja, ketum di awal berdirinya PBSI.