Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Yenny Wahid di Titik Keseimbangan Bangsa

Sebagai bagian dari warga mayoritas, bagaimana pun, NU tetap perlu menjaga kebersamaan sebagai anak-anak bangsa.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Yenny Wahid di Titik Keseimbangan Bangsa
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Zannuba Arrifah Chafsoh Rahman Wahid atau lebih dikenal Yenny Wahid. 

Faktanya, demo 411 memang fenomenal. Tidak hanya diikuti oleh ribuan anggota dan pendukung organisasi Islam yang – menurut Sidney Jones – termasuk kelompok radikal.

Demo 411 menoreh sejarah, di mana umat Islam dalam jumlah besar, umumnya berpakaian putih-putih, melakukan aksi damai di depan istana presiden, menuntut sosok penista agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diadili.

Fenomena Ahok, yang diduga menista agama saat memberikan ceramah di Kepulauan Seribu, memudahkan umat Islam bersatu dalam membela kitab suci, AlQuran.

Dalam sejarah Indonesia, fenomena aksi membela Islam sesungguhnya bukan hal baru. Jauh sebelum bangsa ini merdeka, pada Januari 1918 terjadi kasus penghinaan Nabi Muhammad saw oleh Djojodikoro melalui tulisannya di media - Djawi Hisworo. 

Ia menyebut Gusti Kandjeng Nabi Rasoel meminum AVH, semacam opium. Saat itu, HOS Tjokroaminoto – tokoh pembaharu Muslim – melakukan aksi protes, menuntut pelaku segera diadili.

Aksi tersebut didukung lebih dari 35.000 massa, yang untuk ukuran zaman kolonial tergolong sangat banyak. Di luar itu, ada beberapa kasus yang menjadi yurisprudensi kita terkait penistaan agama, misalnya kasus Arswendo Atmowiloto dan kasus penghinaan agama oleh seorang perempuan Nasrani terhadap agama Hindu di Bali.

Menjaga Keseimbangan

Berita Rekomendasi

Fenomena Yenny Wahid menarik dibedah dalam konteks kondisi kekinian bangsa Indonesia yang sedang mengalami pembelahan sosial yang tinggi.

Bagaimana tidak. Sikap Presiden Jokowi yang lebih memilih ke bandara ketimbang menemui jutaan demonstran ulama dan massa Muslim pada 411 lalu, bisa dibaca bahwa Jokowi keliru menilai aksi demo dilakukan semata oleh kelompok radikal dan pemrotes pemerintah.

Presiden menduga, organisasi sosial keagamaan besar seperti NU dan Muhammadiyah tidaklah mendukung aksi tersebut secara formal. Dalam kenyataan, seperti diyakini Syahganda Nainggolan dalam tulisannya  "Orang NU, Sidney Jones dan Demo 411", memang tidak sedikit warga nahdliyin ikut turun ke jalan mendukung Demo 411. Sebuah demo besar yang tak diprediksi dengan tepat oleh badan/lembaga sandi dan intelijen.

Dalam hiruk-pikuk ini, Yenny Wahid tampak hendak memainkan peran sebagai penengah, atau tepatnya mencoba berada di titik keseimbangan antara kelompok gerakan kanan dan gerakan kiri. Meskipun kategorisasi itu tak selalu tepat, tapi fakta historis-sosiologis menunjukkan, masyarakat Indonesia memang terbelah ke dalam agama dan nasionalis.

Memang tidak mudah mengambil posisi tengah ketika masing-masing pihak berkeras untuk mempertahankan diri, bahkan memaksakan kehendak.

Yenny Wahid memahami konteks pembelahan sosial politik seperti ini, yang diwacanakan di setiap hajatan politik nasional dan pilkada di berbagai daerah di Nusantara. Dalam beberapa pernyataan selepas Demo 411, Yenny kembali meneguhkan ihwal perlunya narasi damai, juga pemisahan sentimen agama dengan politik.

Horison dan pilihan gerakan keumatan NU, Gus Dur, dan tokoh-tokoh bangsa, selama ini memang silih berganti menjaga bangsa ini dengan semangat kemartabatan, keumatan, dan pluralitas. Pegangan kebangsaan tersebut memiliki dasar pijakan kuat, karena AlQuran sendiri menegaskan makna manusia yang berasal dari suku-suku, bangsa, dan golongan agar saling mengenal.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas