Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Terimakasih Ahok
Ahok harus duduk di kursi pesakitan untuk menjalani proses hukum persidangan di Pengadilan Negeri – Jakarta Utara
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Bisa jadi ada yang tidak suka dengan judul artikel ini. Dan itu wajar dan sah-sah saja. Terlepas tidak suka atau suka, sepandangan atau tidak, pastinya ada banyak pelajaran dan pembelajaran yang bisa kita dapatkan dan dipetik dari “Kasus Ahok” atas pasal dugaan penistaan agama.
Hari Selasa ini (13/12/2016), lantaran ucapannya, Ahok harus duduk di kursi pesakitan untuk menjalani proses hukum persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dijerat pasal penistaan agama.
Soal keterbuktian atau tidaknya melakukan penistaan agama biarlah para majelis hakim “wakil Tuhan di dunia” yang mengadili dalam tentukan putusan hukumnya.
Dari kasus Ahok ini kita banyak mendapatkan pembelajaran begitu berharga bahwa persoalan sentimen paham keagamaan ini sangat sensitif ibarat bom waktu gesek yang bila kena gesekan-gesekan sedikit saja bisa meledak yang efek radiusnya bisa meluas kemana-mana. Termasuk dari dugaan kasus pasal penistaan agama efek radiusnya ke Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dari rentetan dinamika peristiwa politik yang terjadi jelang Pilkada DKI Jakarta 2017, bukan warga Jakarta saja, rakyat Indonesia juga semakin cerdas dan kritis dalam membaca dan memilah mana hitam putihnya dan mana abu-abu di balik muatan aksi 'penjarakan' Ahok.
Pada akhirnya warga Jakarta, pastinya juga rakyat Indonesia dapat membaca kepentingan politik pragmatis mana yang bermain dari aksi tersebut, siapa penunggang kudanya, siapa kuda tunggangannya, bahkan sampai muncul pula pernyataan istilah kata-kata bersayap ”Lebaran Kuda”.
Begitu pula dari “Aksi Super Damai 212 – Gelar Sajadah Doa Untuk Negeri”, sholat Jumat bersama di Monas yang diikuti jutaan umat muslim berjalan lancar, tertib, khusuk, dan berakhir super damai, bahwa damai itu indah.
Mungkin cerita usai sholat bersama yang super tertib, super khusuk dan super damai, ceritanya akan menjadi lain seandainya di pagi hari itu pihak kepolisian tidak mengamankan sejumlah aktivis atas sangkaan tudingan pemufakatan makar.
Sebagaimana kita membayangkan – walau bukan bagian dari rentetan kasus Ahok – apa yang terjadinya atau apa jadinya seandainya Densus 88 pada hari Sabtu (10/12/2016) tidak menangkap dan mengamankan pelaku teror bom di rumah kontrakan Bintara Jaya 8 - Bekasi, yang akan diledakan di depan Istana Negara, Minggu pagi (11/12), berapa banyak orang tak berdosa yang jadi korban olehnya.
Dari rentetan peristiwa atas nama aksi demo dengan peran utamanya Ahok ini akhirnya membuka mata kita semua – mudah-mudahan juga terbukalah mata hati kita semua, dalam membaca pesan dari yang tersurat dan tersirat secara jernih disertai logika akal sehat dalam membaca, memilah dan menyikapi apa sejatinya yang terjadi di balik semua itu. Ambil hikmahnya, ambil indahnya, demi spirit Bhinneka Tunggal Ika dan keutuhan NKRI.
Terimakasih Ahok, kau telah telah membukakan mata kita semua, mudah-mudahan juga terbukalah mata hati kita semua dalam membaca ini semua.
Termasuk dalam membaca, memilah dan menyikapi atas rentetan dinamika peristiwa politik yang menyertai, seperti Aksi Demo 411, Aksi Super Damai 212, dan cerita peristiwa lainnya yang menyertai di balik itu semua.
Semoga!
* Alex Palit, citizen jurnalis “Jaringan Pewarta Independen”
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.