Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ngaji Bareng Cak Nun di PPM Assalam Mojokerto Bertajuk Pandawayudha
Apa saja yang dilakukan, tidak ada benarnya. Berdiri, miring ke kanan miring ke kiri, terbanting ke depan atau terjengkang ke belakang.
Editor: Husein Sanusi
Saya pribadi sedang merekapitulasi seberapa cacat Negara kita ini dulu ketika lahir. Misalnya dalam hal formula kenegaraan, kadar kontinuasi dari masa lalu Bangsa Indonesia yang tua, serta adopsi, copas, epigon, atau bahkan plagiat dari suplai nilai-nilai para penjajah. Sangat banyak nilai-nilai mendasar yang mau tidak mau akan harus kita pertimbangkan kembali, demi kemaslahatan anak cucu.
Kalau para orang tua Bangsa ini, para Sesepuh, para Negarawan dan Begawan-Begawan nilai, tidak bersegera untuk duduk bersama, berunding dengan kelengkapan kulit dan isi, langit dan bumi, kesementaraan dan keabadian, kebendaan dan kemanusiaan, kebinatangan dan kemalaikatan – di dalam lingkup kesaktian dan keindahan Pancasila – kita semua harus bersiaga untuk mengalami lonjakan dari Pandawayudha ke Bharata Yudha – yang untuk jenis karakter Bangsa Indonesia, bisa amat sangat mengerikan dan membuat penduduk dunia menggigil terpana.
Presiden dan para figur kunci Pemerintahan, pendekar Sipil maupun Militer, pemuka-pemuka semua kelompok, para sesepuh masyarakat, semua lingkaran kebhinnekaan, ojo dumeh, anak cucu memerlukan para Paduka duduk melingkar bersama di Sanggar Kenegarawanan, untuk semacam Musyawarah Darurat Keselamatan Bangsa.
Saya berlindung kepada Tuhan Yang Maha Penyayang dari Indonesia yang kehilangan Pusaka, dan tersisa di tangannya hanya Pedang, Pisau, Parang, Peluru, Tenung, Santet, dan Senapan. Siapa saja yang hendak menguasai suatu Negara sekalian Bangsanya, menggunakan kecerdasan, limpahan uang dan keserakahan: sungguh tidak sukar. Fakta dan buktinya sedang berlangsung. Tetapi penguasaan atas kehidupan, manusia dan sejarah, berhadapan dengan tantangan-tantangan yang tidak sesederhana yang bisa dihitung oleh akal dan strategi. Juga dengan “kekejaman” waktu dan “min haitsu la yahtasib” atau “devine authority”, yang kalau meremehkannya, jangan 100%.