Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Wisata Bahari Jadi Ancaman Bagi Terumbu Karang di Lombok Barat
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki laut dan garis pantai terpanjang. Dimana lu
Penulis: Amalia Hapsari
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki laut dan garis pantai terpanjang. Dimana luas lautan negara Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer persegi dan termasuk dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dengan luas 2,7 juta kilometer persegi berdasarkan hukum laut internasional (United Nation Convention on The Laws of The Sea, UNCLOS).
Oleh sebab itu, pengembangan pesisir khususnya dibidang pariwisata merupakan salah satu sektor yang seharusnya sangat di perhatikan oleh pemerintah. Dengan memiliki laut yang begitu luas, pengembangan sektor pesisir diharapkan lebih dikembangkan terutama dalam pengembangan pariwisata terumbu karang.
Terumbu Karang di Indonesia, merupakan salah satu terumbu karang terbaik didunia. Dimana, kelompok terumbu karang yang hidup di perairan Indonesia membentuk koloni karang yang terdiri atas ribuan hewan kecil.
Memiliki beragam kawanan ikan yang berwarna-warni serta berbagai macam hewan laut lainnya yang hidup berdampingan dengan berbagai macam jenis terumbu karang, menjadikan Indonesia sebagai salah satau surga bawah laut dengan kekayaan dan keindahan lautnya yang tidak terbatas.
Terumbu karang merupakan sekelompok binatang karang yang membentuk struktur kalsium kabonat, semacam batu kapur.
Terumbu karang pun merupakan suatu ekosistem unik perairan tropis dengan tingkat kesuburan, keanekaragaman biota dan nilai estetika yang tinggi tetapi termasuk salah satu yang paling peka terhadap perubahan kualitas lingkungan Ekosistem Terumbu karang merupakan tempat hidup sejumlah hewan-hewan laut seperti bintang laut, ikan-ikan kecil dan masih banyak lagi. Ekosistem ini memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi.
Selain berperan melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lain yang diakibatkan oleh fenomena air laut, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat tinggal, serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut.
Tak hanya bagi mahluk air, terumbu karang pun menjadi sumber protein bagi manusia lewat ikan-ikan yang tumbuh besar di wilayah ini.
Terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan, baik yang bersifat fisik (dinamika perairan laut dan pantai), kerusakan akibat aktivitas manusia, pencemaran bahan kimia maupun kerusakan akibat aktivitas biologis.
Di Indonesia, sekitar 60% protein nabati diperoleh dari ikan. Dimana dalam hal ini, sekitar 120 juta orang bergantung pada pasokan ikan di perairan sebagai sumber pangan mereka.
Luas terumbu karang yang ada di Indonesia menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia. Dan sebagian besar terumbu karang ini terletak di bagian timur Indonesia. Terumbu karang Indonesia juga menyumbang 65% luas total di Pusat Segitiga
Salah satu kota di Indonesia yang terkenal akan keindahan alamnya adalah kota Lombok tepatnya di kawasan Gili Terawangan.
Terutama dengan keindahan pantai dan bawah lautnya. Keberadaan terumbu karang di kawasan Gili Terawangan Lombok merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk menikmati keindahan pantai berpasir putih dan keindahan bawah lautnya.
Terumbu karang di kawasan Gili Terawangan Lombok merupakan andalan pemerintah daerah sebagai objek wisata bahari karena keindahan bawah lautnya. Namun hal ini pun menjadi ancaman bagi terumbu karang.
Dimana terumbu karang mengalami kerusakan karena pada wisata ini terjadi pada setiap peningkatan kegiatan wisata bahari bawah lautnya. Setiap kegiatan wisata bahari oleh wisatawan ini pun menimbulkan dampak bagi kehidupan bawah laut terutama terumbu karang.
Dimana hal ini dapat terjadi karena adanya aktivitas pelayaran kapal yang tinggi karena adanya wisatawan, serta pelemparan jangkar, penangkapan ikan karang untuk kegiatan wisatawan serta penyelaman oleh wisatawan yang ingin menikmati keindahan bawah laut.
Menurut Suharsono, 1998 kondisi terumbu karang Indonesia telah banyak mengalami kerusakan, yaitu persentase penutupan karang hidup dalam kondisi rusak sebesar 39,5%, kondisi sedang 33,5%, kondisi memuaskan sebesar 5,3% dan kondisi baik 21,7%. Terumbu karang di kawasan Gili Terawangan pada tahun 1990 mengungkapkan bahwa persentase tutupan karang masih cukup tinggi berkisar antara 60–80%.
Dua belas tahun kemudian tiga stasiun melaporkan bahwa dari tiga stasiun pengamatan hanya ada satu stasiun kondisi karangnya baik (55% tutupannya), satu stasiun kondisi sedang (35% tutupannya), dan satu stasiun kondisi jelek (18% tutupannya).
Hal ini menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun wisata ini mengakibatkan kerusakan yang lumayan besar. Seharusnya, apabila terumbu karang ini dijadikan sebagai salah satu wisata yang paling di andalkan pemerintah daerah, mereka lebih mengerti dalam mengolola pariwisata mereka.
Dimana dalam memberikan layanannya tidak perlu merusak karang-karang tersebut. Beberapa tahun belakangan ini telah marak terjadinya Coral Bleaching dimana terjadinya pemutihan karang yang disebabkan terjadinya perubahan suhu yang sangat derastis dalam waktu yang cukup lama sehingga meyebabkan pemutihan terumbu karang tersebut. Disaat terjadinya hal ini pemerintah tidak melakukan pembatasan wisatawan dan tidak diimbangi dengan perawatan terumbu karang tersebut.
Sehingga hal ini menyebabkan terumbu karang yang rusak dari tahun ke tahun semakin rusak dan bertambah parah. Serta kurang tanggapnya pemerintah terhadap fenomena yang terjadi sehingga tidak melakukan pembatasan maupun perawatan lebih terhadap terumbu karang itu sendiri.
Hal ini didukung juga dengan hasil pengamatan bahwa persentase tutupan karang di kawasan Gili Terawangan pada empat titik pengamatan bahwa persen tutupan karang yang tertinggi adalah 42,28% teramati pada kedalaman 10 meter dan persen tutupan terendah teramati pada kedalaman 25,93%. Menurut Gamez dan Yap (1988), kriteria kondisi karang berdasarkan besarnya persentase tutupan karang batu, yaitu terumbu karang dikatakan kategori jelek bila besar tutupan karang batunya antara 0,0–24,9%, kategori sedang kisaran persetase ntutupannya 25,0–49,9%, kategori baik persentase tutupannya 50–74,9% dan kategori sangat baik bila persen tutupannya 75–100%.
Berdasarkan kategori Gamez dan Yap (1988) tersebut, maka terumbu karang yang berada dikawasan wisata bahari Gili Terawangan ada pada kisaran kategori jelek dan kategori sedang, yang menunjukkan terumbu karang pada kawasan ini kondisi terumbunya tidak merata melainkan ada pada areal tertentu yang kondisinya masih cukup didukung oleh karang batu dan ada pada daerah lain yang sangat kurang karang batuannya. Kondisi karang pada level ini sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungnya kegiatan pariwisata karena indikator kondisi karang sebagai areal wisata bawah laut kondisi terumbu karangnya minimal ada pada kategori baik.
Kondisi keasaman perairan laut merupakan salah satu parameter penting untuk menggambarkan kualitas air sekaligus kondisi makhluk hidup yang berada di dalamnya. Suhu perairan merupakan salah satu parameter kualitas fisik air yang penting bagi kehidupan organisme air.
Suhu air merupakan faktor pengontrol ekologi komunitas perairan, berpengaruh secara langsung dan akut terhadap batas lethal organisme, berpengaruh secara tidak langsung dan kronis terhadap proses fisiologis dari proses reproduksi, laju pertumbuhan dan tingkah laku.
Setiap organisme mempunyai batas toleransi terhadap suhu yang memungkinkan untuk menunjang kelangsungan kehidupannya. El Nino merupakan peristiwa naiknya suhu air laut, kenaikan suhu air laut dapat menyebabkan pemutihan terumbu karang yang diikuti dengan kematian karang.
Kondis suhu air laut di Laut Jawa pada tahun 1983 mengalami kenaikan suhu air laut mencapai 3–4° C di atas normal selama enam minggu dan kematian karang mencapai 80–90%. Karang yang hidup di daerah tropis selalu dihadapkan pada suhu yang relatif tetap sehingga perubahan suhu yang hanya 1–3° C akan mengganggu proses metabolisme karang. Karang yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi dan kecepatan tumbuh yang tinggi akan lebih sensitif terhadap kenaikan suhu dibandingkan dengan karang yang mempunyai metabolisme yang lambat dan tingkat pertumbuhan yang rendah.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah di kawasan Gili Terawangan Lombok harus lebih memperhatikan kondisi terumbu karang di Gili Terawangan Lombok. Dimana perlunya dilakukan konservasi terumbu karang untuk mencegah kerusakan terumbu karang yang lebih parah lagi. Sehingga dapat mempertahankan keasrian dan keindahan terumbu karang Gili Terawangan Lombok.
Apabila hal ini tidak dilakukan maka akan menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan bisa menyebabkan penutupan wisata bahari tersebut. Pemerintah daerah Gili Terawangan Lombok bisa memasukkan program konservasi terumbu karang sebagai salah satu wisata yang mengedukasi para wisatawan maupun penduduk lokal, dimana hal ini sama-sama menguntungkan dan dapat mengurangi permasalahan kerusakan terumbu karang yang ada di Indonesia khususnya di Gili Terawangan Lombok. Dimana wisata bahari Gili Terawangan Lombok sendiri merupakan salah satu wisata utama andalan pemeritah daerah yang akan sangat teramat merugikan apabila terumbu karang yang ada di Gili Terawangan Lombok rusak parah.