Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Apa Dosa Gubernur Before di Mata Gubernur Now
Dalam khasanah pengaji deling (bambu) – membaca bambu mengungkapa makna – di Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN),
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Di tulisan ini saya sengaja tidak memapang foto gubernur before atau gubernur now. Di sini saya sengaja memajang gambar bambu kurung, karena saya anggap lebih pas untuk merepresentasikan judul artikel ini.
Dalam khasanah pengaji deling (bambu) – membaca bambu mengungkapa makna – di Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), bahwa bambu kurung ini sebagai simbolisasi filosofi mikul duwur mendem jero, yang mengartikan mengangkat kebaikan seseorang dan mengubur keburukannya sedalam-dalamnya.
Setidaknya itulah ajaran nilai budi perkerti dari simbolisasi filosofis sepotong bambu unik bernama bambu kurung.
Terkait judul artikel ini, sebetulnya bukan cuma saya, juga banyak warga kota, yang dibuat tak habis pikir dengan penyataan kontroversial gubernur now menuding bahwa gubernur before menggaji tim hulubalangnya dengan menggunakan dana partikelir.
Dan tudingan inipun dibantah oleh salah seorang mantan tim hulubalang gubenur before. Ia menyanggah bahwa untuk dana yang digunakan untuk menggaji tim hulubalang gubernur before itu dikutif dari dana operasional penunjang gubernur yang jumlahnya gede.
Di sini saya pun tidak ingin ingin mengomentari atau mengulasnya panjang lebar saling silang pendapat ini karena semuanya sudah terang benderang dari banyaknya reaksi publik atas penyataan kontroversi gubernur now.
Yang penting sebagai warga kota, kita tetap kritis gunakan logika akal waras dan tidak gagal paham. Biarlah soal kebenaran serahkan pada becik ketitik ala ketara.
Tak elok rasanya kita senantiasa hanya mencari dan membuat pembenaran dengan menggunakan retorika kata-kata untuk menjustifikasi pembenaran.
Masa jargon-jargon retorika kampanye sudah tutup buku. Kini saatnya realisasi janji politik. Buktikan, itu yang ditunggu, bukan berwacana dengan retorika.
Trus terang saya tidak mengetahui yang dimaksud apa salah dan dosa gubernur before di mata gubernur now atas pernyataannya tersebut. Kok sampai segitunya.
Atau mungkin apa salah dan dosa gubernur before di mata gubernur now ini bersifat personal, hanya gubernur now yang merasakan. Sehingga sampai terlontar pernyataan sampai segitunya.
Pastinya, justru di sini ini menjadi tantang bagi gubernur now untuk membuktikan kinerjanya lebih ciamik dan kinclong melampaui gubernur before.
Kalau disebutkan hasil survei tingkat kepuasan warga kota mencapai 70 persen atas kinerja gubernur before. Tinggal bagaimana kinerja gubernur now hasilnya lebih dari itu, kinclong kota, enjoy warganya.
Lewat bahasa simbol bambu kurung marilah kita untuk saling mikul duwur mendem jero. Bukan senantiasa bermain mencari-cari dengan cara-cara menyandingkan, membandingkan dan membandingkan untuk menjustifikasi pembenaran diri.
Karena menyoal kebenaran dan pembenaran biarlah waktu yang akan menjawab. Semoga!
* Alex Palit, citizen jurnalis, admin Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), penulis buku “God Bless and You: Rock Humanisme” penerbit Elex Media Komputindo (2017)