Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dosen UBL Raih Doktor Tercepat Unpad
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur, Dudi Iskandar, menjadi pemegang rekor doktor tercepat di Universitas Padjadjaran, Jatinangor, S
Editor: Toni Bramantoro
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur, Dudi Iskandar, menjadi pemegang rekor doktor tercepat di Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.
Ia menyelesaikan program doktor Ilmu Komunikasi di Program Pascasarjana Unpad dengan dua tahun empat bulan. Dudi memecahkan rekor doktor tercepat yang selama ini dipegang oleh Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, dua tahun enam bulan. Selain menjadi yang tercepat, Dudi juga menyelesaikan kuliahnya dengan predikat “Dengan Pujian” (Cum Laude).
Dalam sidang terbuka atau promosi doktor, pekan lalu, Dudi berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Representasi Ideologi Kekuasaan dalam Konvergensi Media; Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Pemberitaan Kampanye Pemilihan Presiden 2014 di Kompas Grup, Media Grup, dan MNC Grup.
Di hadapan tim promotor, oppponent ahli, dan representasi Guru Besar, pria kelahiran Bandung ini tampil menyakinkan bahwa kini media sudah berubah fungsi dari pengawas kekuasaan menjadi aktor politik yang ikut secara aktif memperebutkan kekuasaan.
Media layaknya aktor politik lain seperti politisi, profesional, dan aktivis secara terbuka menciptakan dan mendefinisikan realitas politik.
Karena perubahan peran, fungsi, dan kedudukan media itulah, publik pun harus berubah memandang media. Bahwa media tidak lagi netral, independen, objektif, imparsial, dan adil.
Lebih lanjut penelitian tentang konvergensi media ini menemukan bahwa kini lahir sebuah teori pers baru.
Yaitu, teori pers postmodern yang memiliki beberapa kriteria. Antara lain, berlandaskan hegemoni perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, berita menjadi tidak jelas atau blur, banalitas informasi, etika suka-suka, dan kehilangan prinsip jurnalisme yang asasi.