Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sampurasun Kang Dedi Mulyadi
Di sini akhirnya saya sangat mengapresiasi masuknya nama Dedi Mulyadi di kontestasi Pilkada Jabar 2018
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Alex Palit
Sampurasun Kang Dedi Mulyadi!
Di sini akhirnya saya sangat mengapresiasi masuknya nama Dedi Mulyadi di kontestasi Pilkada Jabar 2018, terlebih lagi semoga nantinya Bupati Purwakarta ini masuk diurutan cagubnya, terlepas dari Partai Golkar sebagai pengusungnya nanti akan berkoalisi dengan parpol siapa pun itu.
Di sini saya juga tidak ingin mengulas dinamika politik atau kosensi tawar-menawar bargaining position pencalonan cagub dan cawagub Pilkada Jabar 2018 antar parpol yang terus bergulir, termasuk nantinya Dedi Mulyadi akan dipasangkan dengan siapa, begitupun dengan paslon lainnya.
Sebagaimana judul tulisan, di sini saya sangat tertarik dengan makna filosofi ‘Sampurasun’ yang pernah dipaparkan putra Pasundan, kang Dedi Mulyadi, prihal apa itu ‘Sampurasun’.
Dijelaskan, ‘Sampurasun’ itu sendiri merupakan ucapan salam khas masyarakat Sunda, berasal dari kata sampurna ning ingsun yang bermakna sempurnakan diri anda.
Yang mengartikan bahwa ‘Sampurasun’ ini sebuah ucapan salam yang mengajak pada diri sendiri dan orang lain yang disapa salam untuk menyempurnakan diri.
Lewat kata atau salam ‘Sampurasun’ juga mengajak agar orang yang berucap dan disapa untuk bisa mengoreksi seluruh kesalahan yang dimiliki untuk kemudian memperjuangkan keberanaran yang akan diwujudkan.
Tata cara pengucapan ‘Sampurasun’ dilakukan sambil membungkukan badan dan kedua telapak tangan disatukan dalam posisi berada tepat di depan perut.
Menurut Ketua DPW Partai Golkar - Jabar, membungkuk itu adalah sebuah bentuk kesahajaan orang Sunda dalam memberi penghormatan pada sesama.
Sementara tangan yang menyatu memiliki makna filosofis berupa kesempuranaan hidup manusia.
Salam ‘Sampurasun’ inipun akan dijawab dengan ‘Rampes’ yang berarti membuka pintu hati saling menghormati atas salam-salaman tersebut.
Susah tentu sebagai putra Pasundan, pria kelahiran Subang, 11 April 1971, mengaku sangat lekat dengan budaya Sunda.
Tak heran bila dalam kesehariannya, mulai dari penggunaan pakaian, sikap dilandasi nilai-nilai budaya Sunda. Termasuk salah satunya yaitu pengucapan salam ‘Sampurasun’, yang ia lakukan untuk menunjukkan jatidirinya sebagai orang Sunda.
Sebagai putra Pasundan, Bupati Purwakarta yang kini ikut berlaga di kontestasi Pilkada Jabar 2018, dalam kehidupannya tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai budaya lokal di mana ia lahir dan dibesarkan. Termasuk dalam mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal budaya leluhur.
Baginya memperkenalkan budaya Sunda tidaklah hanya berupa dengan pengucapan salam ‘Sampurasun’ atau pemakaian ikat kepala khas Sunda.
Juga bagaimana menjaga, merawat, melestarikan dan mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal budaya adiluhung warisan leluhur yaitu asah, asih, asuh ajaran Prabu Siliwangi mengajarkan kita untuk saling mengasah, saling mengasihi dan saling mengasuh.
Nilai asah, asih dan asuh ini setidaknya menjadi bekal, pegangan dan amanat bagi siapa pun bagi pemimpin di bumi Pasundan sebagaimana budaya adiluhung yang diwariskan Prabu Siliwangi. Semoga!
* Alex Palit, citizen jurnalis, admin Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), penulis buku “God Bless and You: Rock Humanisme” penerbit Elex Media Komputindo (2017).