Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Era Kebangkitan Penyair Indonesia

Tak pernah terjadi sebelumnya. Sebanyak 170 penyair, penulis, peneliti, jurnalis dari 34 provinsi bangkit bersatu dalam serial karya 34 buku.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Era Kebangkitan Penyair Indonesia
Istimewa
Denny JA 

TRIBUNNERS - Tak pernah terjadi sebelumnya. Sebanyak 170 penyair, penulis, peneliti, jurnalis dari 34 provinsi bangkit bersatu dalam serial karya 34 buku.

Satu buku satu provinsi mengekpresikan lima kisah batin bersandar pada isu sosial provinsi itu.

Semua penyair dan penulis dalam 34 buku itu menggunakan medium yang sama: puisi esai. Ini puisi yang sangat panjang minimal 2000 kata.

Baca: 15 Indikator Pelanggaran Penyalahgunaan Anak Dalam Kegiatan Politik Versi KPAI

Ada drama di dalamnya selayoknya cerpen. Ada pula catatan kaki selayaknya makalah.

Denny JA, yang dianggap penggagas puisi esai ini, mengatakan, catatan kaki itu untuk referensi bahwa isu sosial yang ditampilkan dalam puisi adalah kisah nyata.

Ini semacam historical fiction di dunia puisi. Namun yang utama, puisi ini tetap fiksi yang mengekspresikan sisi batin manusia.

Berita Rekomendasi

Denny JA sudah menuliska serial tulisan yang mereview isu di setiap puisi. Sudah siap terbit 18 provinsi lengkap. Yang lain masih dalam proses edit. Ujar Denny, “saya terpana oleh luasnya dan kayanya batin Indonesia dari Papua hingga Aceh.”

Dari Aceh, misalnya, hadir puisi yang menggambarkan luka seorang pelaku akibat konflik pemerintah verus gerakan aceh merdeka.

Dari Papua, terkisah seorang ayah di suku Konawai yang berjalan melintas hutan 10 jam untuk membawa anaknya. Sang anak sakit perlu ke dokter terdekat.

Di Yogyakarta, ada puisi kisah dilema keluarga keraton. Anak Hamangkubuwono X punya peluang menjadi Ratu. Tapi ia seorang wanita. Keraton Yogya tak pernah punya ratu. Atau dari Kalimantan, ada puisi soal sulitnyq adaptasi keluarga. Ia terbiasa hidup di wilayah perairan dengan mistik laut. Kini ia dipindahkan harus hidup di darat.

Menurut Denny, ada tiga hal yang besar dalam kebangkitan para penyair itu.

Pertama, mereka berkarya yang membuat puisi melampaui fungsi tradisionalnya. Siapapun yang ingin belajar soal budaya Indonesia dari Aceh hingga Papua terbantu oleh 34 buku puisi esai dari 34 propinsi.

Kedua, ini gerakan sastra yang bercorak civil society. Mereka bekerja mandiri, tanpa bantuan pemerintah, tanpa dana asing dan konglomerat. Mereka membangun jaringan sendiri, mendanai sendiri untuk karya bersama.

Ketiga, gerakan ini membangkitkan penulis lokal. Bukan orang pusat yang menulis. Tapi para penyair dan penulis lokal provinsi itu sendiri yang menuliskan kisah. Panitia hanya menjadi fasilitator saja.

Soal adanya petisi sastra yang meminta program ini dibatalkan dan diboikot, Denny hanya tersenyum.

Ujar Denny, mereka yang anti program ini tanpa sadar menjadi marketing gratis yang justru membuat karya bersama ini menjadi perhatian.*

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas