Tribunners / Citizen Journalism
Arief Hidayat Harus Mundur, Pengawasan Hakim Konstitusi Harus Diperkuat
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang dilahirkan melalui rahim reformasi. Pembentukan Mahkamah Konstitusi sarat akan ruh yang anti terhadap peril
Editor: Samuel Febrianto
Siaran pers: Human Rights Law Studies - ALI MAHASTI (Aliansi Peduli Mahkamah Konstitusi).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang dilahirkan melalui rahim reformasi. Pembentukan Mahkamah Konstitusi sarat akan ruh yang anti terhadap perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tujuan akhir dari keberadaan Mahkamah Konstitusi, tidak lain adalah perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara.
Oleh seban itulah, salah satu syarat untuk dapat dipilih menjadi hakim konstitusi adalah negarawan.
Baca: Gubernur Sulteng Sesalkan Pertikaian Antara Bupati dan Wabup
Negarawan menurut rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
Namun, kondisi ideal tersebut tidak bersambut dengan peristiwa yang menimpa Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini.
Pada tahun 2018 ini, Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat berdasarkan putusan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik Hakim Konstitusi yakni melakukan pertemuan dengan politisi DPR menjelang perpanjangan masa jabatannya.
Baca: Sandiaga Tak Ingin Benturkan Soal Istilah Normalisasi dan Naturalisasi Dalam Penataan Ciliwung
Sementara itu, beberapa waktu sebelumnya, Hakim yang sama pernah juga melakukan pelanggaran etik yakni, memberikan Memo Katebelece untuk kerabatnya.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan mengingat Mahkamah Konstitusi memiliki berbagai macam kewenangan yang berimplikasi besar terhadap terpenuhinya hak konstitusionalitas warga negara.
Selain itu, putusan yang dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sehingga posisi Hakim Konstitusi seharusnya diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas yang sangat baik.
Di satu sisi, sikap kritis yang ditunjukkan oleh pegawai Mahkamah Konstitusi tidak ditanggapi secara proporsional.
Bahkan, terdapat kecenderungan untuk melakukan upaya pengaburan terhadap substansi kritik dengan cara “menyerang” pribadi pengkritik menginginkan jabatan, bermotif sakit hati, dan dikesankan sebagai upaya balas dendam.