Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Masa Depan Uni Eropa
Hantaman pertama adalah krisis utang di Yunani yang merembet ke Portugal, Spanyol, Siprus hingga Italia.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Anis Matta
TRIBUNNEWS.COM - Kemenangan telak Viktor Orban di Hongaria menambah daftar pemimpin Kanan Jauh yang memegang tampuk kekuasaan di negara-negara Eropa.
Sebelumnya, partai baru populis Five Star Movement (M5S) menenangkan 30% suara dan menjadikannya kekuatan pengendali dalam sistem politik Italia.
M5S mengalahkan “old establishment” di Negeri Pizza itu, yaitu petahana Partai Demokrat yang sosialis dan partai pimpinan mogul media dan sepakbola Silvio Berlusconi, Forza Italia, yang berhaluan Kanan Tengah.
Eropa yang makin condong ke Kanan ini membuat posisi Uni Eropa (EU) terombang-ambing, karena isu nasionalisme, anti-imigran dan kekecewaan terhadap EU yang mendominasi selama kampanye.
Di Perancis, partai Kanan kalah oleh partai liberal-sentris La Republique En Marche! yang baru didirikan Emanuel Macron pada 2016.
Namun, sejak awal tahun ini approval rating Macron tergerus hingga di bawah 50% (Reuters). Kekecewaan publik Perancis terutama tertuju pada kegagalannya memenuhi janji kampanye.
Reformasi pasar tenaga kerja yang diklaim Macron untuk membuat negaranya lebih “pro-bisnis” dinilai publik membuat negeri itu menjadi pasar hiper-bebas.
Begitu juga dengan rencananya memodernisasi administrasi publik besar-besaran yang menyedot anggaran negara.
Angela Merkel dari Uni Kristen Demokrat (CDU) masih unggul di Jerman walau raihan suaranya menurun dari pemilu sebelumnya.
CDU adalah partai berhaluan Kanan Tengah namun dalam komunikasinya lebih bersikap menjadi “catch-all party”.
Jerman juga menyaksikan munculnya kekuatan Kanan yang merangsek menjadi peraih suara nomor tiga di parlemen, yaitu Alternative für Deutschland (AfD) yang lagi-lagi menyuarakan sentimen ultranasionalisme dan anti-imigran.
Kemenangan Orban memukul telak para pengkritiknya. Dikutip The Washington Post (5/4), Orban yakin bahwa Hongaria akan tenggelam dalam chaos jika menjadi “negeri imigran” seperti Perancis dan Belgia.
Kehadiran pengungsi yang menyedot anggaran negara akan memperlemah Hongaria dan Eropa pada umumnya dan meningkatkan risiko teror. Tak sekadar berucap, Orban membangun pagar kawat berduri di sepanjang perbatasan selatan negeri itu pada 2015.