Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Total Marketing Ala Dubes Ukraina Yuddy Chrisnandi
Hampir setahun setelah duduk menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Ukraina merangkap Georgia dan Armenia, Februari 2018 Yuddy Chri
Ditulis oleh: EGY MASSADIAH
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hampir setahun setelah duduk menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Ukraina merangkap Georgia dan Armenia, Februari 2018 Yuddy Chrisnandi (YCH) pulang ke Jakarta dalam rangka sebuah hajatan di Kementerian Luar Negeri.
Di sela-sela mudik kedinasannya itu hampir setiap malam YCH selalu kongkow bersama karib-karib yang juga merupakan jejaringnya, dalam kapasitasnya sebagai politisi maupun ketika masih menjadi menteri dalam kabinet Jokowi-JK.
Mulai dari aktivis hingga wartawan. Pengusaha berbagai kelas sampai intelektual kampus. Pokoknya beragam kalangan profesi. Ini menandakan YCH cair dan menyatu dengan aneka jenis kawan. Asal suku tak melulu Sunda, namun terwakili dari Sorong hingga Banda Aceh. Dari Bugis hingga Batak.
Baca: Mata Olla Ramlan Terus Pandangi Makam Ayahanda
Saya termasuk salah satu yang menjadi teman kongkow YCH. Sejak mengenalnya, ketika itu ia masih menjadi Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, YCH seorang yang ramah sekaligus usil. Tangannya terulur duluan untuk menyambut.
Matanya pun menatap langsung, tanda dia menghargai lawan salamannya. YCH pandai merawat perkawanan dan bukan dalam hubungan yang pragmatis untuk kepentingan sesaat saja. Banyak humor dan canda terselip dalam setiap perbincangannya.
Kala itu sekitar tahun 2006, di rumah jabatan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak, di Putra Jaya, seingat saya, pertama kali saya bertemu dengan YCH. YCH mendamping Ketua DPR Agung Laksono dari Eropa dan transit di Kuala Lumpur. Ada hajatan UMNO yang mengundang Partai Golkar, diantaranya meresmikan perwakilan Golkar di luar negeri serta membahas beragam persoalan tenaga kerja Indonesia. Saya dan YCH termasuk dalam rombongan tersebut.
Sejak itu kami sering berinteraksi. Khususnya di lantai 3 ruang kerja Iskandar Mandji, Wakil Sekjen OKK DPP Partai Golkar. Saat itu Partai Golkar dipimpin Jusuf Kalla yang juga menjabat Wakil Presiden RI. Dalam perjalanan berikutnya, menjelang Pilpres 2009 kami makin kerap berjumpa. YCH sebagai juru bicara pasangan JK-Wiranto dan saya salah seorang anggotanya.
Baca: Artis Australia Pimpin Peringatan Global Protes Tiananmen
Meski pasangan JK-Wiranto tak memenangi Pilpres, YCH tak pernah merenggangkan hubungan, khususnya dengan Jusuf Kalla. Setiap saat kami berjumpa. Setidaknya dua tiga kali Jusuf Kalla bertandang ke rumah YCH di Tebet Jakarta Selatan. Kami makan malam di sana secara sederhana, diantaranya saat YCH syukuran berulang tahun.
Khusus rumah YCH di Tebet, bagi saya bukan tempat yang asing. Jauh sebelumnya, sekitar tahun 1985-an saya sudah sering mampir. Kala itu Dewi Yull tante YCH, yang juga sahabat berkesenian saya, aktif di sebuah sanggar teater bernama Oncor. Setidaknya berkali-kali saya menonton pertunjukan di tempat itu, meskipun belum pernah berjumpa dengan YCH.
Kesan yang menonjol dari seorang YCH bagi saya adalah berani, nekad plus jahil. Nekad itu saya saksikan sendiri saat YCH mengumumkan dirinya untuk maju sebagai Ketua Umum Partai Golkar dalam Munas 2009 di Pekanbaru Riau.
Kami membuat team kecil. Emil Abeng putra manajer satu milyar Tanri Abeng menyiapkan kantornya di kawasan Kuningan Rasuna Said sebagai markas pemenangan YCH for Golkar 1.
Bagaimana tidak nekad, YCH yang saat itu masih berusia 40 tahun menantang politisi matang, berpengaruh, serta tajir: Aburizal Bakri dan Surya Paloh. Calon lain yang juga ngotot bertarung Hutomo Mandala Putra. Kalau mengingat hal itu, saya tersenyum geli. Sebagai orang yang berusia lebih tua dua tahun dari YCH, saya salut akan nyalinya yang menyala.
Saat itu, boleh jadi kami pendukungnya mendapat cibiran dari beberapa elit Golkar. Tapi sekian tahun kemudian, saat merenung, saya bangga menjadi bagian dalam aksi nekad dan keberanian YCH. Artinya, sebagai politisi YCH sudah menampakkan karakter berjuang dan "melawan". Benar kata pepatah, hanya ikan mati yang ikut arus.