Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Total Marketing Ala Dubes Ukraina Yuddy Chrisnandi
Hampir setahun setelah duduk menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Ukraina merangkap Georgia dan Armenia, Februari 2018 Yuddy Chri
Januari 2018 lalu, YCH mengundang saya bertandang ke Kiev. Sepoi kapas berwujud es dalam pelukan minus 3 derajat celcius menyambut saya. Memasuki gerbang Wisma Duta Indonesia di Klinicheskaya 11, Kyiv.
Bangunannya empat lapis. Di halaman depan terdapat tulisan, "I m in Kiev Ukraine," tegak berhadapan tiang bendera yang mengibarkan bendera Merah Putih.
Sebuah baliho besar dengan tulisan The Ambassadors Residence of Indonesian terbentang di seberangnya. Sungguh sebuah rumah dengan hati yang terbuka hangat. YCH Duta Besar yang membawahi tiga negara yakni Ukraina, Armenia dan Georgia menyambut bersahaja.
Kegesitan YCH langsung terkuak. Kanvas aktivitasnya sebagai Duta Besar sudah menciptakan banyak lukisan prestasi. Belum genap setahun mengkomandoi KBRI Ukraina, kini miniatur Indonesia terhidang di sebuah taman indah bersanding dengan ikon-ikon terkemuka negara negara lainnya.
YCH berkisah. Konon ide membangun miniatur Indonesia sudah muncul sejak 10 tahun silam. Namun tak kunjung terealisasi. YCH pun menyambangi petinggi National Botanical Garden, semacam Kebun Raya Bogor yang memang sudah menyiapkan lahan.
Baca: Fadli Zon: Revisi KUHP Harusnya Tidak ada Upaya Lemahkan KPK
Nasionalisme YCH pun terusik setelah menyaksikan miniatur ikon Jepang dan Korea sudah tegak. Ia pun bertekad mewujudkan wacana yang sudah tertunda 10 tahun itu. Lebih cepat lebih baik. Tapi KBRI Ukraina belum menganggarkannya. Apa boleh buat YCH merogoh kocek pribadinya.
Konon ratusan juta rupiah sudah menggelontor menjadi biaya produksi miniatur berbahan tembaga itu. Beruntung pihak BNI 46 ikut menolong. Setidaknya ongkos pengangkutan miniatur dari Boyolali ke Kiev dan biaya tambahan lainnya sudah diatasi CSR BNI. Lima ikon utama Indonesia kini tak lagi menjadi khayalan.
Sudah tersaji miniatur Borobudur, Monas, Pura Ulun Danu Brata, Mesjid Istiqlal dan Gereja Katedral lapangan Banteng. Musim panas 2017 lalu masyarakat Ukraina yang berkunjung ke taman sudah dapat menikmati miniatur produksi perajin asal Boyolali Jawa Tengah.
Pemilihan bahan baku tembaga mengingat cuaca di Ukraina yang bersalju dan super dingin. Kabar yang juga membanggakan yakni di Tarash Shevcenko National University of Kyiv ada kajian pelajaran bahasa Indonesia yang diikuti sekitar 10-15 orang mahasiswa/i.
Catatan lain, YCH berperan aktif menjembatani kegiatan budaya berupa pameran foto seniman Ukraina Mr Fedir Balandin dan Mr Oska di Monas Jakarta Februari 2018. Sebagaimana diketahui Jakarta dan Kiev, ibukota Ukraina adalah sister city sejak tahun 2007.
Baca: Fadli Zon: Revisi KUHP Harusnya Tidak ada Upaya Lemahkan KPK
Gaya total marketing pun YCH hunuskan saat melakukan dialog dengan Walikota Kharkiv, Mr Ihor Terekhov. Menurut YCH, KBRI menilai kota Bandung atau Surabaya cocok menjadi sister city dengan Kharkiv, pintu gerbang Eropa Timur. Juga sister city antara kota Lviv dan Yogyakarta, mengingat kedua kota tersebut sarat akan kekuatan budayanya.
Di kota Kharkiv, akhir April 2018 saya kembali menemani Yuddy menyambangi atlit tinju Indonesia yang sedang berlatih untuk persiapan Asian Games 2018. Sesi ini ditangani langsung oleh Professor Volentin Nawomevich, seorang ahli boxer yang mengajar di Lviv Sport University. Pria berusia 65 tahun ini sudah berkecimpung di dunia tinju sejak 1973.
Para petinju bergiliran memukul sebuah obyek sansak, sementara sang professor mencermati layar monitor komputer. Setiap selesai sang professor menjelaskan hasilnya kepada petinju dalam bahasa Ukraina dan kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Mohammad orang Maroko yang sudah 15 tahun tinggal di Kharkiv kepada para petinju.
Dubes Yuddy Chrisnandi yang mencermati proses latihan dengan teknologi itu segera menarik tangan Brigjen Johni Asahdoma, Ketua Umum Pertina. Nasionalisme anak Cirebon ini tersentuh.