Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Muslim Nge-Friend di Era Strawberry Generation
yang selama ini dikenal sebagai penjaga setia Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika
Editor: Rachmat Hidayat
Membumikan Pancasila, Melawan Radikalisme
Dalam jiwa “muslim moderat” variabel kebangsaan itu menjadi sangat penting. Hal itu, antara lain,ditunjukkan dengan bukti mereka menerima Pancasila secara kaffah.
Maka, bagi para punggawa “muslim moderat” persoalan Pancasila sudah selesai; tidak ada keraguan sedikit pun di benak mereka tentang Pancasila sebagai dasar negara, ideologi maupun falsafah hidup bangsa. Sikap NU, Muhamadiyah, HMI sebagai kampium muslim moderat, misalnya, menjadi bukti nyata.
Namun demikian, tantangan fundamentalnya adalah: bagaimana membumikan Pancasila itu swndiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila harus menjadi karakter bangsa yang hidup dan kuat, baik sebagai karakter moral maupun kinerja. Karena nilai-karakter bukan saja menentukan eksistensi dan kemajuan seseorang, melainkan pula eksistensi dan kemajuan sekelompok orang, seperti sebuah bangsa.
Dalam Amanat Proklamasi, 17 Agustus 1956, Bung Karno mengingatkan pentingnya bangsa memiliki kekuatan karakter yang dibangun atas dasar kedalaman penghayatan atas pandangan hidup bangsa.
“Bangsa Indonesia harus mempunyai isi-hidup dan arah-hidup. Kita harus mempunyai levensinhoud dan levensrichting. Bangsa yang tidak mempunyai isi-hidup dan arah-hidup adalah bangsa yang hidupnya tidak dalam, bangsa yang dangkal, bangsa yang cetek, bangsa yang tidak mempunyai levensdiepte samasekali.
Ia adalah bangsa penggemar emas-sepuhan, dan bukan emas batin. Ia mengagumkan kekuasaan patung, bukan kekuasaan moril. Ia cinta kepada gebyarnya lahir, bukan kepada nurnya kebenaran dan keadilan. Ia kadang-kadang kuat, tapi kuatnya adalah kuatnya kulit, padahal ia kosong mlompong di bagian dalamnya.”
Kata-kata Bung Karno di atas sangat berenergi dan menggetarkan. Renungannya mendalam: mencerminkan kekuatan pikir dan batin.
Pesan moralnya sangat tegas dan selalu aktual: jika bangsa ini ingin keluar dari krisis dan kemudian tumbuh menjadi bangsa yang besar dan maju serta berkeadilan, maka satu-satunya cara yang paling tepat adalah kembalilah kepada Pancasila sebagai rel perjuangan bangsa.
Jadi, Pancasila adalah strategi kebangsaan yang mesti kita rawat, pupuk, dan bumikan—terutama kepada anak-anak muda calon-calon penerus pemimpin bangsa.
Sekali lagi, untuk memberi isi (nilai) dan arah hidup, jiwa bangsa ini perlu dibangun dengan kesengajaan menyemai kembali nilai-nilai keindonesiaan melalui penyadaran, pemberdayaan dan pembudayaan nilai-nilai dan moralitas Pancasila.
Ibarat pohon, perkembangan sejarah bangsa yang sehat tidak bisa tercerabut dari tanah dan akar kesejarahannya, ekosistem sosial-budaya, sistem pemaknaan (ideologi), dan pandangan dunianya sendiri.
Dalam konteks ini, radikalisme jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bahkan radikalisme adalah musuh bebuyutan Pancasila. Radikalisme sangat mencederai nilai-nilai karakter kebangsaan kita.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.