Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Membangun Pelayanan Publik yang Prima
Ada hal menarik dalam berita yang dilansir harian Kompas edisi 26 Januari 2018. Disana dilaporkan bahwa ada empat kabupaten di Provinsi Lampung yang m
Penulis: Mahathir Muhammad Iqbal
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada hal menarik dalam berita yang dilansir harian Kompas edisi 26 Januari 2018. Disana dilaporkan bahwa ada empat kabupaten di Provinsi Lampung yang menerima rapor merah dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI), terkait dengan komitmennya yang rendah terhadap pelayanan publik.
Empat Kabupaten itu adalah Pringsewu, Pesawaran, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Dalam hasil penilaian, Kabupaten Pringsewu memperoleh nilai terendah 13,07. Pesawaran meraih nilai 21,97, Lampung Tengah 28,08, dan Lampung Timur 41,63.
Penilaian ini didasarkan atas beberapa indikator, yakni ada instansi yang tidak mencantumkan standar operasional prosedur (SOP) dan tarif pengurusan perizinan yang tidak jelas; tidak adanya meja pelayanan dan ruang tunggu; tidak adanya sarana penunjang yang memadai bagi penyandang disabilitas; dan yang lebih parah, seperti yang sudah dikatakan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf, bahwa ada instansi yang tidak memahami tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).
Dalam berita itu juga dilansir sebuah data yang mencengangkan. Bahwa sepanjang tahun 2017, Ombudsman Lampung juga menerima 214 laporan terkait dugaan maladministrasi oleh penyelenggara pelayanan publik. Sebuah angka yang fantastis, karena itu berarti rata-rata tiap hari terjadi 1,7 maladministrasi pelayanan publik.
Jika ini dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera diperbaiki, masyarakat Lampung bisa kehilangan kepercayaan kepada pemerintah daerah. Masyarakat mulai melirik ke pelayanan yang diberikan oleh pihak swasta atau organisasi kemasyarakatan yang mungkin bisa jadi lebih murah atau mahal tetapi cukup bermutu dan memuaskan.
Fungsi Substansi Negara
Di dalam kajian Ilmu Administrasi Publik, dikenal hanya ada dua fungsi pokok dari eksistensi Negara. Fungsi itu ialah to regulate dan to serve. Untuk mengatur dan untuk melayani. Siapa yang diatur dan dilayani? Tidak lain dan tidak bukan adalah warga negara.
Dalam konteks tersebut, maka pemerintah, dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, mempunyai kewajiban menyediakan, sedangkan warga negara mempunyai hak mendapatkan pelayanan publik yang prima.
Dalam perspektif legalitas hukum, pemerintah sendiri sebenarnya sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disusul dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2012, ditambah dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 15 tahun 2014 Tentang Pedoman Standar Pelayanan, hingga Permenpan-RB Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Pedoman Standar Inovasi Pelayanan.
Hal ini penting untuk dikemukakan, mengingat pelayanan publik menjadi salah satu faktor utama bagi tercapainya reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Oleh karenanya, seperti yang dikutip oleh Hayat (2017) dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), bahwa ada beberapa faktor dalam mengoptimalkan pelayanan publik, yakni kepemimpinan, budaya organisasi, kelembagaan, tata kerja, standar pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengendalian dan evaluasi, sarana dan prasarana, penggunaan teknologi informasi, dan pengelolaan sumberdaya manusia.
Hambatan dan Tantangan
Harus diakui, bahwa mengimplementasikan penyelenggaraan pelayanan publik yang prima bukanlah perkara mudah untuk dilakukan. Almarhum Prof Irfan Islamy, guru besar Fakultas Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang, dalam salah satu risalahnya yang tidak dipublikasikan, menyebutkan ada beberapa hambatan dan tantangan yang akan dihadapi, terkait dengan tekad pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang prima.
Pertama, Apakah birokrasi kita di daerah telah memahami makna perbedaan antara konsep dan implementasi