Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Solidaritas Para Taipan
Oleh karena itu pemerintah merasa perlu gerakan solidaritas dari para Taipan. Atau bahasa kasarnya Taipan jangan mikir diri sendiri.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh: Salamuddin Daeng
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Beberapa hari lalu Presiden Jokowi memanggil 40 orang Taipan, meminta mereka untuk tidak menyimpan dolarnya di negara lain dan segera membawa uang dolarnya ke Indonesia.
Permintaan Presiden cukup beralasan mengingat banyaknya uang para Taipan yang ditabung di luar negeri hasil berbagai kegiatan ekonomi di Indonesia. Presiden tampaknya mengacu kepada data tax amnesty bahwa setidaknya ada Rp. 10 ribu triliun dana orang kaya Indonesia tersimpan di luar negeri.
Mengapa pemerintah Jokowi merasa perlu secara langsung dihadapan para Taipan menyampaikan hal ini? Tidak lain karena Indonesia saat ini mengalami kondisi double deficit. Ini yang kemudian disimpulkan oleh Presiden menjadi penyebab badan Indonesia ini menjadi lemah dan sakit.
Oleh karena itu pemerintah merasa perlu gerakan solidaritas dari para Taipan. Atau bahasa kasarnya Taipan jangan mikir diri sendiri.
Apa itu double deficit? Yakni suatu penyakit ekonomi yang ditandai oleh defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit) dan sekaligus defisiit dalam anggaran negara/pemerintah (fiscal deficit).
Kalau diibaratkan sebuah keluarga atau rumah-tanga curent accont deficit ini yakni pemasukan uang atau pendapatan rumah tangga kurang, sementara uang keluarnya banyak sekali, akibatnya belanja rumah tangga ditutup dengan utang karena tidak ada pemasukan bentuk lain.
Keadaan ini terus berlanjut sehingga harta atau aset perlahan lahan dijual, namun meskipun semua harta telah dijual, tetap saja pengeluaran rumah tangga harus ditutup dengan utang.
Masalah uang keluar yang sangat banyak ini, semakin diperparah oleh merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, yang digunakan sebagai alat pembayaran luar negeri yakni dolar Amerika Serikat.
Karena pendapatan dalam negeri diperoleh dalam bentuk rupiah yang nilainya rendah atau melemah, sementara belanja luar negeri dalam bentuk dolar yang nilainya tinggi atau menguat. Ibarat sumur minyak yang sudah semakin kering tapi alat pemyedotnya diperbesar.
Demikian pula dengan beban defisit keuangan pemerintah atau fiscal deficit yang semakin parah, karena kewajiban utang yang semakin besar, sebagai dampak dari melemahnya rupiah dan menguatnya dolar AS. Bagaimana tidak? Dulu waktu ngutang nilai dolarnya murah, sekarang ketika bayar utang nilai dolarnya mahal.
Sementara pendapatan pemerintah pajak dan non pajak diterima dalam rupiah yang kurang harganya tersebut untuk membayar utang dalam dolar yang tinggi harganya. Sehingga walaupun utang terus ditambah, tetap saja tidak cukup untuk sekedar membayar bunga utang.
Dalam bahasa orang kampung pemerintahan Jokowi sekarang ini sedang menjalankan rumus ekonomi tekor. Jika dibiarkan berlanjut maka bisa bangkrut. Sehingga diperlukan solidaritas semua pihak untuk menghadapi pelemahan rupiah tersebut, khususnya bantuan dan solidaritas para Taipan.