Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mengenal Prof.Dr. Obstar Sinaga, Guru Besar yang Kaya Ilmu dan Jaringan
Bagi Prof Obi, tidak layak untuk menjelek jelekan mantan istri karena itu masa lalu dan semua org memiliki masa lalu.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sosok lelaki ini adalah bersuku batak. Ia lahir di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) 17 April 1969. Tapi Prof Obi, sapaan akrab Obsatar Sinaga adalah pribadi yang kelak tak akan lepas dari catatan identitas sunda. Ia lahir dari ayah Deli Serdang dan ibu dari Sunda.
Sejak berkuliah di Universitas Padjadjaran Tahun 1989 pria yang pernah menjadi wartawan ini jatuh cinta kepada tanah Parahyangan, tanah tumpah darah nenek moyangnya dari ibunya. Hingga ia menghabiskan sisa hidupnya di Kota Kembang, Bandung.
“Alhamdullilah saya beranak pinak di Bandung dan sekarang saya juga hidup di Bandung. Mungkin juga meninggal di sini, saya ingin dimakamkan di Sumedang, tempat asal ibu saya,” ungkap Pria yang pernah menjadi Ketua KNPI Kota Bandung ini.
Prof Obi muda. selain berkarir sebagai pengajar di FISIP Universitas Padjajaran iya aktif dunia jurnalistik. Laki-laki yang saat ini menjadi Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional ini pernah memimpin Harian Bandung Pos pada 2004, Harian Mandala Bandung, dan Media Indonesia Biro Jawa Barat.
Sedangkan di dunia penyiaran, sosok yang akrab disapa “Prof Obi” ini pernah menjadi host/ penyiar di Radio Mora Nusantara selama 11 tahun. Karir di jurnalistik diawal sejak kelas SMA di SMAN 8 dengan menjadi penulis lepas di beberapa terbitan, di antaranya majalah Salam, Pikiran rakyat, dan sejak kuliah tingkat 1 sudah menjadi penulis tetap di Harian Kompas.
Menurut Obi, dari honor tulisan itulah yg sangat membantu utk sekolah, karena harus membiayai sendiri uang sekolah.
Di luar kampus, Obsatar Sinaga merupakan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Posisinya sebagai koordinator bidang kelembagaan KPI membuka peluang bagi Prof Obi utk bergaul dekat dengan seluruh lembaga nasional di negeri ini.
Profesor yang satu ini juga menjadi dosen non organik di Seskoad, Seskoau dan Sesko TNI. Dirinya juga dipercaya sebagai Asesor Nasional Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi serta dipercaya Kemenristek Dikti menjadi Tim Penilai klKenaikan jabatan Lektor kepala dan Profesor Tingkat Nasional hingga saat ini.
Berbagai jabatan kampus pernah diembannya antara lain, Sebagai Sekretaris Pascasarjana (Master dan Doktoral) Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Padjadjaran Bandung, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung 2012-2015.
Karena kepiawaiannya dalam tata pemerintahan dan politik Prof Obi juga pernah menjadi Staf Ahli Walikota Bandung Periode Wahyu Hamidjaja (1993-1998), & H. Aa Tarmana (1998 – 2003).
Ia juga diminta menjadi Staf Ahli Bupati Tabanan Bali di masa kepemimpinan Nyoman Adi Wiryatama (2005-2010). "Saya rasa melelahkan juga karena saya harus terbang ke Tabanan Bali setiap Selasa dan balik ke Bandung hari Kamis," ujar nya mengkisahkan.
Bukan hanya itu, ia sering menjadi dosen tamu dan visiting proffesor untuk menyampaikan kepakarannya dalam kajian ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), sebuah format pasar bebas yg dalam penelitian dan tulisan jurnal internasionalnya mengkaji tentang implementasi AFTA di Jawa Barat.
Beberapa universitas mengundangnya untuk itu seperti Oxford University (Inggris), IUMW Malaysia, De Bercelona Universitat (Spanyol) dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.
Karena jaringannya yang luas dan kemapanan ilmunya itulah, Prof Obi sering dijuluki Guru Besar Berkelas Internasional.