Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Eli Salomo Pimpin Gerakan 98 Rebut 2019
Eli Salomo mengungkapkan alasan kenapa Aktivis 98 harus merebut kekuasaan pada 2019.
Dikirimkan oleh Aktivis 98
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eli Salomo mengungkapkan alasan kenapa Aktivis 98 harus merebut kekuasaan pada 2019.
Menurut aktivis dari Kampus ISTN Jakarta ini, langkah tersebut diambil semata untuk menyelamatkan Indonesian dream yang sudah digadang-gadang sejak Aktivis ’98 dari seluruh Indonesia bergerak mengkritisi kekuasaan Soeharto.
“Kami memiliki keinginan agar Indonesia benar-benar bisa menjadi bangsa dan negara yang berdaulat di Bidang Politik, mampu Berdikari dalam Bidang Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Bidang Kebudayaan,“ ungkap Eli Salomo, aktivis yang turut serta mendirikan Komunitas Mahasiswa Se-Jabodetabek alias Forkot.
Baca: Apresiasi Solidaritas ASEAN untuk Indonesia, Presiden Jokowi: Dukungan Anda Membuat Kami Kuat
Ketiga eksistensi di bidang politik, ekonomi dan kebudayaan itu, tambah Eli itu sudah diperjuangkan pada masa Presiden Soekarno, namun munculnya Peristiwa 1965 telah memangkas langkah para founding fathers untuk mewujudkannya.
“Ini mengakibatkan upaya menyelesaikan Revolusi Indonesia untuk mengubah mentalitas warisan penjajah menjadi manusia merdeka, dan mulia gagal. Kepemimpinan Soeharto justru mengembalikan mentalitas terjajah itu. Bangsa Indonesia dijadikan bangsa kuli. Rakyat benar-benar hanya dijadikan obyek kebijakan kekuasaan tanpa diberikan ruang partisipasi dalam pembuatan kebijakan,” papar Eli Salomo.
“Pemerintahan rezim Soeharto telah membungkam hak-hak politik rakyat, mendiskriminasi ekonomi dan kebijakan pembangunan ekonominya menciptakan kesenjangan yang tajam antara si kaya dan si miskin. Kasus pelanggaran HAM di Lampung, kasus haur koneng, kasus Waduk Kedung Ombo yang berkaitan perampasan tanah dan sawah rakyat untuk pembangunan waduk, termasuk penembakan warga dalam kasus Waduk Nipah, Madura, operasi politik berkedok dukun santet di Tapal Kuda, Jawa Timur, merupakan fakta kejahatan HAM yang tak terbantah,” ungkap Eli Salomo.
Eli Salomo menambahkan, 4 mahasiswa Universitas Trisakti, dan juga 6 orang mahasiswa yang ditembak mati dalam aksi demonstrasi di Semanggi, Jakarta Pusat pun termasuk di dalamnya.
Baca: Lima Usulan Presiden Jokowi dalam ASEAN Leaders Gathering 2018
Akibat kekuasaan tanpa kontrol, kata Eli Salomo, abuse of power penyalahgunaan kekuasaan dilakukan Soeharto pun tak terbendung, Soeharto betul-betul lupa bahwa Indonesia merupakan negara demokratis dan memiliki tujuan nasional. Soeharto secara terus menerus membangun kekuasan yang bersifat sangat mempersonal. Indonesia yang merupakan Republik dikelolah seolah sistem kerajaan.
Korupsi, kolusi dan nepotisme (kkn)-pun merajalela dari tingkat pusat hingga daerah. Keadaan ini yang melatar belakangi munculnya krisis multidimensi yang menjadi alasan Angkatan 98 bergerak pada masa itu.
Permasalah itu menjadi perhatian Presiden Ir Joko Widodo. Beliau menangkap pentingnya merevitalisasi tiga eksistensi bangsa dan negara Indonesia tersebut sebagai jawaban terhadap persoalan bangsa saat ini.
Baca: Rupiah Terus Melemah, Prabowo Subianto: Kita Tambah Miskin
Berangkat dari ketiga bidang yang diturunkan dari konsep Trisakti-nya Presiden Pertama RI, Ir Soekarno, pada 2014 mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia untuk melakukan gerakan revolusi mental melalui program Nawacita.
“Kami melihat langkah tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan Indonesian Dream. Yaitu Indonesia yang memegang teguh konsensus kebangsaan sebagai kesepakatan final. Kemudian Presiden Joko Widodo juga merevitalisasi Konsep Trisakti Soekarno dalam bentuk Nawacita. Itu sungguh membangun harapan kepada kami para aktivis, juga kepada generasi milenial atau para remaja yang nantinya akan menerima estafet kepemimpinan Indonesia. Kami mendambakan Indonesia yang rakyatnya bermental merdeka, politiknya berdaulat, ekonominya kokoh berdiri di kaki sendiri, dan memiliki kepribadian dalam kebudayaan, “ terang Eli Salomo.
Hal lainnya, kenapa kami menilai Presiden Joko Widodo memiliki impian tentang Indonesia kontemporer yang demokratis, adil, beradab, dan memanusiakan warga negaranya adalah pengakuannya akan Perjuangan Gerakan Mahasiswa 1998.