Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Membaca Manuver ''Jurus Mabuk'' Yusril Ihza Mahendra
Sebagian pengamat melihat PBB terlalu kecil bajunya buat tokoh sehebat Yusril. Kenapa tak pindah dan bergabung dengan partai lain?
Editor: Malvyandie Haryadi
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
TRIBUNNERS - Soal keringat dan perjuangan, Yusril Ihza Mahendra tak diragukan. Daya tahannya cukup tangguh. Terutama jika dikaitan dengan PBB. Partai yang sekarang dinahkodainya sudah lama dalam kondisi "Hidup segan mati pun tak mau"
Yusril istiqamah. Tetap menjaga dan mempertahankannya. Apapun kata dunia, PBB harus hidup. Meski gak punya satupun anggotanya di DPR.
Pileg 2014, PBB hanya memperoleh suara 1.825.750 (1,46%). Tak berhak punya wakil di DPR. Inilah yang menyebabkan posisioning Yusril rendah. Dan cenderung tak dihitung oleh koalisi manapun.
Tokoh sekelas Yusril sebenarnya punya kapasitas untuk nyapres. Masuk katagori eksepsional person. Prestasi akademik dan pengalamannya di pemerintahan tak diragukan. Berulangkali jadi menteri. Tapi, untuk nyalon gubernur di DKI saja, Yusril tak dapat tiket.
Baca: Ingatkan Yusril Ihza Mahendra, Fadli Zon: Saya dan Prabowo Ikut Lahirkan PBB, Jangan Lupa Sejarah
Padahal, elektabilitas Yusril paling tinggi diantara calon keumatan yang muncul saat itu. Delapan persen. Jauh melampaui tujuh bakal calon yang diusung Majlis Pelayan Jakarta (MPJ). Apa sebab? Karena PBB tak punya anggota DPRD. Apa kata dunia? Kata salah seorang ketua partai.
Sebagian pengamat melihat PBB terlalu kecil bajunya buat tokoh sehebat Yusril. Kenapa tak pindah dan bergabung dengan partai lain?
Memang, tak mudah bagi tokoh sebesar Yusril untuk bersedia menjadi orang level kedua atau ketiga, jika pindah ke partai lain. Mirip Sri Bintang Pamungkas dengan PUDI-nya. Terbiasa menjadi top leader. Beban psikologi-sosialnya terlampau berat kalau tidak menjadi pemimpin.
Satu-satunya jalan untuk tetap eksis di dunia politik adalah dengan mempertahankan dan bangkitkan PBB. Meski tertatih-tatih. Bahkan terseok-seok. Tak mudah!
Kalkulasi rasional, PBB cukup berat untuk bangkit dan bersaing dengan partai-partai lain. Apalagi elektoral threeshold di 2019 makin tinggi, yaitu empat persen.
Hasil survei dari sejumlah lembaga, untuk mencapai target dua persen saja PBB mesti kerja super keras. Apalagi empat persen.
Sadar keadaan, Yusril harus melakukan langkah "setengah gila". Bila perlu menggunakan "jurus mabuk". Mesti lebih bernyali membuat terobosan. Persetan jika dianggap tak populer. Ini darurat! Emergency!
Apa langkah Yusril? Pertama, memperkuat modal sosial. Ketika HTI dicabut ijin ormasnya, ini peluang. Yusril maju dan jadi lawyer HTI. Barternya? HTI dukung PBB. Ini langkah taktis dan cerdas. Peluang untuk menambah suara PBB. Di sisi lain, ini juga jadi ikhtiar menginsafkan dosa politik HTI yang selama ini selalu golput.
Kedua, tak cukup dengan HTI, Yusril memanfaatkan momen pilpres. Caranya? Merapat ke Paslon. Jajaki negosiasi. Apa untungnya?