Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dr Ismail SH MH: Penurunan Penormaan Politik Uang Dalam Pemilu 2019
diskusi mingguan Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno, menjelang Pilpres dan Pileg serentak 17 April 2019
Editor: Toni Bramantoro
Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno, Dr Ismail SH MH. Kamis 15 November 2018 dalam diskusi mingguan Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno, menjelang Pilpres dan Pileg serentak 17 April 2019 mengatakan dalam kurun waktu sekitar 1 tahun, pengaturan politik uang pemilu kepala daerah dan pengaturan politik uang pada Pemilihan Umum 2019, dalam hal ini pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota mengalami penurunan penormaan.
Dalam pemilihan kepala daerah yang menjadi subyek dalam tindak pidana politik uang adalah setiap orang, namun pada Pemilihan Umum 2019 yang menjadi subyek politik uang adalah setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye. Terdapat hal yang sangat ironis, mengapa pembuat undang-undang menciptakan norma tindak pidana politik uang justru mengalami penurunan dari subyek setiap orang menjadi setiap pelaksana, peserta dan tim kampanye.
Pada tanggal 1Juli 2016 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota disahkan. Pasal 187A ayat (1) menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjajikan atau memberikan atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah).
Kemudian pada tanggal 15 Agustus 2017, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disahkan, pasal 523 ayat (1) menyatakan, setiap pelaksanan, peserta, dan atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjajikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun dipidana dengan pidana penjara paling lama 2(dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000 , 00 (dua puluh empat juta rupiah).
Dengan ketentuan tersebut, dalam pemilihan umum 2019 diakui Dr Ismail SH MH berpotensi terdapat tindak pidana politik uang yang akan dilakukan oleh pihak lain di luar pelaksana/peserta/tim kampanye yang tidak dapat dijerat dengan ketentuan pasal 523 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017.