Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pemuda Muhammadiyah dan Panggilan Politik Kebangsaan
Pada 25-28 November 2018 Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) menggelar muktamar ke- XVII yang berlangsung di Yogyakarta.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Moh. Nizar
Dosen Universitas Muhammadiyah Lampung
Mantan Instruktur Perkaderan Cabang AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta
TRIBUNNEWS.COM - Pada 25-28 November 2018 Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) menggelar muktamar ke- XVII yang berlangsung di Yogyakarta.
Muktamar yang mengambil tema “Mengembirakan Dakwah Islam, Memajukan Indonesia” diikuti sebanyak 1500 peserta dari seluruh Indonesia.
Tantangan terbesar kepemimpin PPPM ke depan adalah bagaimana menguatkan kualitas dan kapabilitas kader Pemuda Muhammadiyah dalam menghadapi berbagai perubahan sebagai dampak perkembangan teknologi informasi.
Dalam kaitan ini, panggilan perjuangan dakwah Pemuda Muhammadiyah baik di bidang kebangsaan maupun keumatan bukan perkara mudah.
Tujuan strategis agenda muktamar dengan melihat tema di atas bahwa para kader Pemuda Muhammadiyah dituntut harus mampu melakukan kegiatan-kegiatan dakwah (menyeru, mengajak) yang mengembirakan.
Maksud daripada dakwah mengembirakan di sini para kader Pemuda Muhammadiyah dituntut memiliki pemahaman yang baik tentang Islam serta pendekatan-pendekatan dakwah yang humanis.
Menariknya Muhammadiyah sebagai ormas (organisasi masyarakat) Islam tetap konsisten dalam menjaga jarak dengan dunia politik.
Meskipun secara pribadi terdapat kader Muhammadiyah yang terjun dalam politik praksis, namun secara organisasi sikap tetap berjarak dengan politik-memberikan kebebasan kepada para kadernya menentukan pilihan politik.
Maka, ketika ada kader Muhammadiyah menjadi timses atau pemenangan, sungguh tidak etis.
Apalagi jika yang bersangkutan mengarahkan warga Muhammadiyah untuk memilih paslon (pasangan calon) tertentu.
Sikap Muhammadiyah mengambil jarak dengan pergumulan politik ini, tidak lain dimaksudkan untuk menghindari terjadinya konflik keumatan, akibat perbedaan haluan politik.
Jadi, posisi Muhammadiyah yang tidak ingin terlibat dalam politik praksis tetap pada konteks untuk memajukan bangsa Indonesia yang sangat pluralis ini.
Maka, peran Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dituntut harus mampu memberikan warna corak politik kebangsaan yang mengembirakan di negeri ini, bukan justru sebaliknya terbawa arus permainan panggung politik dari masa ke masa.