Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mandalika, Wisata dan Masalah Kemanusiaan
Padahal ritual adat tersebut sudah berlangsung turun-temurun yang menjadi nilai budaya kearifan lokal.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu Pihak BUMN Indonesia Tourism Development Coprporation (ITDC) mengeluarkan himbauan agar acara adat seperti “Mare Madak” tidak dilaksanakan di kawasan ITDC, padahal ritual adat tersebut sudah berlangsung turun-temurun yang menjadi nilai budaya kearifan lokal.
Dian Sandi Utama tokoh Pemuda Lombok Selatan mengatakan, ITDC mesti diingatkan tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memberangus hak kultural masyarakat yang berdampak hilangnya warisan nilai budaya tertentu yang hidup pada masyarakat dan lingkungan hidupnya.
"Kritik kami bukan tentang kebijakan penertiban areal tapi tentang komunikasi publik ITDC yang tidak sensitif sama sekali dengan hak kultural masyarakat", ujar Dian dalam keterangannya, Selasa (27/11/2018).
Menurut Dian, mesti ingat Konvensi Safeguarding Of The Intangible Culturale Heritage Tahun 2003 yang merupakan konvensi untuk perlindungan warisan budaya tak benda, yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam Perpres No. 78 Tahun 2007.
Dalam Perpres No.78 Tahun 2007 menyebutkan bahwa tujuannya adalah,
(a) melindungi warisan budaya takbenda
(b) memastikan rasa hormat terhadap warisan budaya takbenda milik berbagai komunitas, kelompok, dan perseorangan yang bersangkutan;
(c) meningkatkan kesadaran, baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional mengenai pentingnya warisan budaya takbenda, dan memastikan untuk saling menghargai warisan budaya tersebut.
(d) memberikan kerja sama dan bantuan internasional, ungakap Dian.
Dia menambahkan, Ini merupakan satu hal yang telah disepakati dunia guna membatasi kita untuk melindungi dan tidak menghilangkan nilai-nilai budaya hanya karena argumen penataan dan dalih kepentingan lainnya.
Seperti diketahui ITDC malah memasang papan larangan berjualan kepada warga minggu lalu, alasannya; mereka (pedagang asongan) mengganggu. Hal ini menyakitkan warga sekitar yang selama ini menggantungkan hidupnya di sana, di ruang hidup warisan leluhur mereka.
Lanjut Sandi, kami meminta ITDC bisa sedikit lebih bijak, hal-hal seperti ini tidak harus menggunakan papan larangan, panggil saja para Kades/Kadus lingkar KEK Mandalika, minta kebijakan ini dijalankan bersama sehingga kades bisa bicara dengan warganya. Hemat kami; lakukan dengan cara yang lebih petsuasif manusiawi, humanis!
Jika mau flashback, ketika Presiden Jokowi datang pada saat acara hari Pers, ITDC berjanji tidak akan usir mereka dan memberi solusi dengan cara memakaikan mereka pakaian adat agar lebih humanis dengan para tamu. Sekarang kok diusir?
Pertanyaan kami, apa mereka menyerah melakukan pembinaan dan pendekatan kepada masyarakat? Sehingga mereka mengamuk dengan papan larangan yang dipasang di pusaran hajat hidup masyarakat?"