Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menjaga Amanat Bung Hatta
Dalam empat tahun terakhir ini, puluhan ribu koperasi ditutup alias gulung tikar. Dari 212 ribu koperasi, kini hanya tersisa 152 ribu.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Endah Suciati
TRIBUNNEWS.COM - Dalam empat tahun terakhir ini, puluhan ribu koperasi ditutup alias gulung tikar. Dari 212 ribu koperasi, kini hanya tersisa 152 ribu. Koperasi-koperasi yang ditutup tersebut adalah yang sebelumnya sudah tidak beroperasi dan mangkrak (TribunJatim.com, Kamis 22 November 2018).
Koperasi, yang secara konstitusional diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan,” dan implementasinya tertuang dalam UU No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, kemudian diperbarui dengan UU No 17 Tahun 2012; secara moral juga merupakan amanat mendiang mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta atau Bung Hatta, salah satu Proklamator RI yang kemudian diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bila kemudian banyak koperasi yang gulung tikar, itu berarti kita gagal menjaga amanat Bung Hatta tersebut.
Koperasi adalah sistem perekonomian ideal bagi bangsa Indonesia yang berasaskan Pancasila, sebagai “jalan tengah” di antara sistem kapitalisme yang dianut negara-negara liberal di sisi kanan, dan sistem sosialisme yang dianut negara-negara komunis di sisi kiri.
Kini, ketika banyak koperasi gulung tikar, sungguh sangat ironis. Sebab, tujuan koperasi itu sangat mulia, yakni memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana tertuang dalam UU No 25/1992 juncto UU 17 Tahun 2012. Koperasi adalah gerakan ekonomi kerakyatan dengan prinsip gotong-royong.
Tidak itu saja, koperasi adalah cerminan demokrasi ekonomi yang sesungguhnya, yakni dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota. Nilai-nilai yang diperjuangkan dalam koperasi juga sangat luhur, di antaranya kekeluargaan; tanggung jawab, demokrasi, persamaan, keadilan dan kemandirian.
Mengapa banyak koperasi gulung tikar? Secara umum ada dua faktor pemicu, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Dihimpun dari berbagai sumber, faktor internal tersebut ialah, pertama, kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia, sehingga kapasitasnya terbatas. Kedua, pengurus koperasi kebanyakan tokoh masyarakat, sehingga ”rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat fokus perhatian terhadap pengelolaan koperasi berkurang. Pengelolaan administrasi koperasi pun belum memenuhi standar tertentu, termasuk data statistik, sehingga sering dijumpai data tidak lengkap ketika akan mengambil keputusan.
Ketiga, kurangnya kepercayaan anggota dan kesulitan untuk memulihkannya. Keempat, keterbatasan dana untuk pengadaan sarana dan prasarana penunjang operasional, padahal teknologi berkembang pesat. Juga terbatasnya modal usaha, sehingga volume usaha pun terbatas. Jika akan memperbesar volume usaha, koperasi terbentur kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia dan ketidakberdayaan mengadakan sarana dan prasarana penunjang.
Adapun faktor eksternal yang dihadapi koperasi di antaranya, pertama, harga bahan pokok relatif tinggi, sehingga mengurangi kekuatan bersaing dengan koperasi lain atau lembaga usaha sejenis.
Kedua, bertambahnya kompetitor dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang digeluti koperasi (banyak lembaga yang berlabel “koperasi” tetapi pengelolaan dan manajemennya tidak sesuai dengan hakikat koperasi).
Ketiga, dihentikannya fasilitas-fasilitas tertentu sehingga koperasi tidak dapat menjalankan usaha dengan baik. Sekadar contoh, dulu koperasi diberi kepercayaan mendistribusikan pupuk bagi petani, tapi sekarang tidak. Masyarakat pun apriori (kurang respek) terhadap koperasi karena banyak koperasi yang tidak mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat.
Spirit Bung Hatta
Beruntunglah, "Koperasi Sejahtera" di SMP Batik Surakarta, tempat penulis mengabdikan diri, adalah salah satu di antara 152 ribu koperasi yang masih “hidup” bahkan eksis alias berhasil menjaga amanat Bung Hatta. Ini karena semangat para pengurus dan pengelola koperasi tersebut tak pernah surut. Mengapa?
Pertama, mungkin mereka terinspirasi oleh spirit atau semangat Bung Hatta. SMP Batik Surakarta, yang didirikan oleh Koperasi Batik Batari pada 1 Agustus 1957, penggunaan gedungnya diresmikan oleh Bung Hatta pada 16 Juli 1957, sehingga pertautan sekolah ini dengan Bung Hatta sangatlah erat.
Kedua, ibarat kacang tak lupa kulitnya. Sekolah ini didirikan oleh koperasi yang didirikan oleh sekumpulan pengusaha batik yang menyisihkan sebagian keuntungannya untuk kepentingan sosial dengan mendirikan yayasan yang direalisasikan dengan berdirinya sekolah. Lahir dari koperasi, sewajarnya bila sekolah ini pun “menghidupkan” koperasi.
Mari kita jaga amanat Bung Hatta ini selamanya!
Endah Suciati SPd MPd: Tenaga Pengajar di SMP Batik Surakarta. Tulisan ini pendapat pribadi, tidak mewakili institusi.