Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gimik Versus Visi Misi Capres
Setelah berlangsung lebih dro empat vulan terlihat kampanye Pilpres 2019 lebih banyak menyuguhkan gimmic politik daripada visi dan misi Capres.
Editor: Hasanudin Aco
Kalau sekadar politisi, bukan kepala negara, mungkin istilah genderuwo dan sontoloyo yang dilontarkan Jokowi tidak akan begitu banyak menyita perhatian publik dan menciptakan kegaduhan.
Hal-hal yang bersifat keagamaan juga tak ketinggalan dijadikan gimik, misalnya kubu Jokowi menantang Prabowo untuk membaca kitab suci Al Quran dan menjadi imam salat.
Di sisi lain, gimik ini juga merupakan balasan atas isu bahwa keislaman Jokowi diragukan.
Akibat gimik yang dilontarkan kedua kubu, jagat maya maupun dunia realita pun dipenuhi kegaduhan.
Isu-isu substansial seperti masih tingginya angka kemisksinan dan pengangguran, mahalnya harga sembako dan biaya pendidikan seolah terabaikan.
Tak ada capres-cawapres yang terlihat serius mengelola isu-isu substansial tersebut.
Lebih parah lagi, dengan bertaburannya gimik, bertebaran pula fitnah dan berita palsu atau hoax.
Fitnah dan hoax tersebut menyasar kedua kubu, sehingga sama-sama menjadi pelaku, sema-sama menjadi korban pula.
Hal yang sama sesungguhnya juga terjadi pada Pilpres 2014. Lalu, mengapa kita tak pernah belajar dari pengalaman pahit tersebut, bahkan seakan hendak mengulangi lagi menjelang Pilpres 2019 ini?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, belum terlambat bila para pasangan capres-cawapres mulai meminimalisir bahkan menghilangkan sama sekali gimik-gimik politik yang sesungguhnya hanya tipuan belaka.
Jokowi selaku petahana, di samping “menjual” visi-misinya juga bisa “menjual” pencapaian selama empat tahun lebih masa pemerintahannya, kemudian dibandingkan dengan janji-janji politik yang pernah diucapkannya semasa kampanye Pilpres 2014.
Bila banyak janji yang belum ditepati, jangan terlalu berharap bila rakyat akan memilihnya kembali pada 2019.
Prabowo selaku penantang, di samping “menjual” visi-misinya juga bisa menjual “track records” atau rekam jejak semasa berkarier di militer, misalnya prestasi yang paling fenomenal semasa menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad).
Prabowo juga harus bisa menyanggah dengan cerdas, elegan dan faktual terkait isu penculikan aktivis mahasiswa tahun 1997-1998 dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang kerap ditudingkan kepadanya.