Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Divestasi Saham PT. Freeport: Menegasi Sisi Kemanusiaan

Pembelian 51,2% saham Freeport oleh PT Inalum sudah sepatutnya disyukuri dan dirayakan.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Divestasi Saham PT. Freeport: Menegasi Sisi Kemanusiaan
tribun timur/tribun timur/muhammad abdiwan
Sosiolog Sawedi Muhammad mempresentasikan disertasinya saat promosi doktor di Kampus UNM, Senin (27/7). Sawedi memmpertahankan disertasi dengan judul ?Gerakan Sosial di Lingkar Tambang. Politik Perlawanan Masyarakat Asli Sorowako Terhadap PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Sulawesi Selatan. tribun timur/muhammad abdiwan 

Dana otonomi khusus misalnya. Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 67,1 triliun dalam rentang waktu 2002 sampai 2017.

Dana tersebut dikucurkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat Papua baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Tak hanya itu, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 19,3 triliun untuk mempercepat konektivitas antar wilayah (Okezone, Februari, 2018).

Meski rupiah melimpah ke Papua, kesejahteraan masyarakatnya tidak banyak berubah. Gizi buruk dan angka kematian bayi termasuk tertinggi di Indonesia. Catatan Oxfam tahun 2005, terdapat 69.883 penderita gizi buruk, 58 diantaranya meninggal.

Sementara Unicef tahun 2015 mencatat angka kematian balita dan gizi buruk di Papua mencapai tiga kali lipat dibanding Jakarta atau 81 persen per seribu kelahiran (CNN Indonesia, Januari, 2018).

Kontroversi non-ekonomi

Meski begitu banyak manfaat ekonomis dari divestasi saham PTFI, dampak non-ekonomisnya juga sangat banyak.

Berita Rekomendasi

Terdapat beberapa catatan kritis yang penulis tawarkan untuk didiskusikan lebih lanjut. Pertama, sejarah masuknya PTFI di Indonesia melalui Kontrak Karya (KK)1967 memiliki landasan hukum yang meragukan.

Denise Leith (2002) dalam bukunya "The Politics of Power: Freeport in Suharto's Indonesia," menegaskan bahwa Indonesia belum mendapatkan pengakuan internasional atas wilayah Papua saat KK di tandatangani.

Nanti setelah hasil dari "Act of Free Choice" atau Pepera 1969 diakui oleh PBB kemudian menjadi dasar penguasaan Indonesia atas tanah Papua mendapatkan legitimasinya.

Leith menambahkan bahwa yang menandatangani perjanjian KK bukanlah Presiden RI tetapi Letjen Soeharto sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan yang juga sebagai Presidium Kabinet Ampera.

Kedua, dalam KK, PTFI diberikan keleluasaan melakukan aktivitas penambangan tanpa kewajiban berkonsultasi dengan pemilik hak ulayat atas wilayah Grasberg dan Ertsberg yaitu suku Amungme dan Kamoro.

Pandangan kosmologi TU NI ME NI suku Amungme disepelekan. Bagi mereka, alam semesta merepresentasi seorang perempuan.

Kepalanya adalah pegunungan (grasberg dan ertsberg), dada dan rahimnya adalah lembah dan ngarai. Sedangkan sungai adalah air susu yang terus mengalir.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas