Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Bagaimana Me-marketing-kan Pancasila

Ada tiga alasan yang menyebabkan penurunan pendukung Pancasila ini. Pertama, karena adanya ketimpangan ekonomi.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Bagaimana Me-marketing-kan Pancasila
Istimewa
Founder Generasi Literat, Milastri Muzakkar. 

Mereka meyakini toleransi tak cukup hanya diajarkan tapi harus dirasakan.

Karena itu, komunitas ini menggunakan sistem live in (hidup bersama) agar pelajar dan keluarga barunya dapat saling mengenal, memahami, dan merasakan indahnya menjadi keluarga tanpa melihat latar belakang yang berbeda.

Komunitas tempat saya bergabung, Generasi Literat, memilih menggunakan metode permainan, sebagai cara yang efektif dan menyenangkan dalam proses belajar.

Secara rutin, kami mengajak anak dan remaja lintas iman untuk bermain “Kartu Pancasila” dan “Ular Tangga Nusantara” untuk mengenalkan keberagaman dan kekayaan Indonesia, serta aplikasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan ini diadakan di taman, sekolah, atau rumah ibadah.

Di atas hanya beberapa contoh. Tentu masih banyak yang lain.

Dari testimoni peserta yang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh komunitas-komunitas di atas, cara-cara itu lebih menyentuh dan lebih praktis untuk dipraktikkan.

Marketing Pancasila Untuk Zaman Old
Lalu bagaimana “menjual” Pancasila ke generasi zaman old-generasi baby boomers- yang merupakan orang tua kita?

BERITA REKOMENDASI

Cara-cara kreatif semacam permainan yang dipakai untuk generasi milenial, mungkin akan kurang efektif.

Karena beberapa orang tua malu untuk kembali ke masa kecilnya.

Sebagian lagi merasa metode bermain berarti hanya main-main, bukan belajar.

Menurut saya, mengangkat kearifan lokal di setiap daerah di Indonesia akan lebih baik.
Sebab, para orang tua kita lebih dekat dan mungkin masih mengingat kebiasan-kebiasaan lokal yang sebenarnya sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Indonesia memiliki banyak sekali falsafah hidup yang menjadi kearifan lokal dari Aceh hingga Papua.

Di Aceh, misalnya, ada tradisi “Duekfakat” (duduk bermusyawarah untuk mencapai mufakat).
Di Lampung, ada falsafah “Piil Pesenggiri” yang mengajarkan nilai kasih sayang, kekeluargaan dan gotong-royong.

Di Sulawesi Selatan, suku Bugis memiliki falsafah “Siri na Pesse” yang mengajarkan tiga prinsip utama : “Sipakatau” (saling memanusiakan), “Sipakainge’” (saling mengingatkan), dan “Sipakalebbi” (saling menghargai).

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas