Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bagaimana Me-marketing-kan Pancasila
Ada tiga alasan yang menyebabkan penurunan pendukung Pancasila ini. Pertama, karena adanya ketimpangan ekonomi.
Editor: Dewi Agustina
Sebagai salah satu bagian dari generasi milenial, saya setuju bahwa Pancasila sebagai ideologi negara perlu dipromosikan dan dimarketingkan dengan cara-cara yang lebih baru, sesuai dengan spirit generasi zaman now.
Cara-cara semacam penataran P4, seminar resmi di hotel-hotel, dan pembacaan buku pelajaran oleh guru di sekolah, sudah usang.
Alhasil, Pancasila berakhir pada hafalan semata tanpa pemaknaan mendalam, dan tanpa keterampilan praktis bagaimana mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Marketing Pancasila untuk Generasi Milenial
Menurut beberapa penelitian, salah satunya oleh Alvara Institut, menyebutkan bahwa generasi zaman now atau biasa disebut generasi milenial lebih senang melakukan kegiatan yang fun dan sesuai dengan kepentingannya.
Sehingga cara me"marketing"kan Pancasila mestinya menggunakan pendekatan sesuai dengan kesenangan generasi milenial.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, ada banyak organisasi masyarakat sipil yang melakukan kampanye nilai-nilai Pancasila dengan cara kreatif, menyenangkan dan lebih menyentuh generasi milenial.
Misalnya, komunitas wisata kebhinnekaan mengajak anak dan remaja lintas iman berwisata mengunjungi rumah-rumah ibadah.
Siapa yang tidak senang jalan-jalan?
Tentu saja anak dan remaja excited diajak berkeliling sambil mengenal rumah ibadah dan mendengarkan langsung penjelasan tentang agama-agama di setiap rumah ibadah yang dikunjungi.
Pendekatan traveling juga digunakan oleh komunitas Peace Train.
Hampir sama dengan komunitas Wisata Bhinneka, komunitas ini juga mengajak peserta lintas iman untuk mengunjungi rumah-rumah ibadah dan berdiskusi dengan pemuka agama.
Bedanya, sesuai dengan namanya, komunitas ini menggunakan kereta api untuk mengunjugi rumah ibadah di satu daerah tertentu.
Yang suka backpacker akan tertarik dengan kegiatan ini.
Sabang Merauke, mengedukasi toleransi dengan mengajak langsung pelajar lintas iman untuk hidup selama beberapa hari di rumah orangtua asuh (family) yang berbeda keyakinan.