Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Dari Justice for Audrey Kita Beranjak Meluas ke Justice for All'
Hari ini petisi #justiceforaudrey mengalir deras. Persoalannya, apa tuntutan konkret dalam petisi tersebut?
Editor: Dewi Agustina
Penulis: Reza Indragiri Amriel
Kabid Pemenuhan Hak Anak LPAI
HARI ini petisi #justiceforaudrey mengalir deras.
Persoalannya, apa tuntutan konkret dalam petisi tersebut? Saya tidak temukan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, melalui rilisnya, mewanti-wanti pentingnya antara lain penegakan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sebuah pandangan normatif yang justru sewajarnya dibaca dengan kerut dahi.
1. Sepakatkah kita bahwa filosofi rehabilitatif dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak malah membuat hukum tampak melembek di mata anak-anak yang tabiatnya kian lama kian mengeras?
2. Karena itu, sepakatkah kita bahwa sebutan juvenile delinquency--walau terkesan humanis--namun malah mengecilkan bobot keseriusan masalah?
Jika ya, gunakan istilah criminal delinquency.
3. Filosofi rehabilitatif membutuhkan kolaborasi antara institusi penegakan hukum dan institusi-institusi selain itu.
Sepakatkah kita bahwa ketika filosofi rehabilitatif tersebut diterapkan, faktanya kesiapan multisektor, multikementerian, multilembaga masih belum sepenuhnya bisa diharapkan?
4. Kasus pengeroyokan di kalangan anak-anak adalah tipikal. Barangkali tidak sedikit dari kasus-kasus pengeroyokan itu yang diatasi lewat diversi.
Sepakatkah kita bahwa diversi (sebagai salah satu pengejawantahan filosofi rehabilitatif) belum tertakar kemujarabannya bagi pemulihan hak korban, perbaikan tabiat dan perilaku pelaku, serta jaminan akan rasa aman publik?
5. Atas dasar itu semua, pada tataran fundamental, sepakatkah kita untuk melakukan revisi besar-besaran terhadap UU Sistem Peradilan Pidana Anak?
Inti revisi: penurunan batasan usia anak, penentuan jenis perbuatan pidana yang dapat dikenakan sanksi yang diperberat atau bahkan dikecualikan dari UU SPPA, dan penetapan batas hukuman minimal.
Dari "Justice for Audrey", kita beranjak meluas ke "Justice for All".
Berawal dari Masalah Cowok
Pengeroyokan terhadap Audrey bermula dari masalah cowok antara kakak sepupunya dengan pelaku.
"Permasalahan awal karena masalah cowok. Menurut info kakak sepupu korban merupakan mantan pacar pelaku penganiayaan ini."
"Di media sosial mereka saling komentar sehingga pelaku menjemput korban karena kesal terhadap komentar itu," jelas Wakil Ketua KPPAD Kalbar, Tumbur Manalu, Selasa (9/4/2019).
Tak hanya mengeroyok, rombongan pelaku kekerasan ternyata sempat mengancam Audrey dan kakak sepupunya.
Baca: Audrey Siswi SMP di Pontianak Korban Pengeroyokan Akhirnya Mau Makan Setelah Ditemui Atta Halilitar
Setelah mengeroyok, pelaku mengancam akan melakukan hal lebih parah jika korban mengadu pada orang tua.
Karena hal itu kemudian korban tak berani melapor karena merasa terintimidasi.
"Ada ancaman pelaku bahwa kalau sampai mengadu ke orangtuanya, akan mendapatkan perlakuan lebih parah lagi," ungkap Tumbur.
Saat ini Audrey diketahui tengah mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Promedika Pontianak.
Sementara itu hasil visum yang dikeluarkan pihak rumah sakit menyebutkan tidak ada pembengkakan ataupun benjolan di kepala korban.
Juga memar, lebam, atau bekas luka pada kulitnya.
Baca: UPDATE Kasus Audrey: Nikita Mirzani Unggah Ungkapan Bunda Korban yang Minta Jaga Privacy Anaknya
Selain itu, organ dalam abdomen tidak ditemukan ada pembesaran.
Bagian vital atau selaput dara juga tidak tampak luka.
"Berikut pemaparan saya terhadap hasil visum dan ronsen dari korban yang dikeluarkan 10 April oleh RS ProMedika dengan penanggung jawab dr. Diana Natalia sebagai Direktur Umum," papar Anwar Nasir.
Justice for Audrey
Kasus kekerasan yang dialami Audrey telah menyita perhatian banyak lapisan masyarakat.
Karena besarnya sorotan pada kasus bully ini, muncullah petisi di Change.org yang diinisiasi oleh Fachira Anindy dan ditujukan kepada tiga lembaga, yaitu Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak.
Dilansir Tribunjogja.com dari laman petisi "Polda Kalbar, Segera Berikan Keadilan untuk Audrey #JusticeForAudrey!" pada pukul 17.24 WIB telah terkumpul 3.190.097 tanda tangan dari target 4.5 juta tanda tangan.
Baca: Tangis Audrey Terhapus Senyum Saat Dijenguk Ifan Seventeen, Ini yang Dimintanya
Selain dukungan melalui penandatanganan petisi ini, tagar #JusticeForAudrey juga menjadi trending di berbagai platform media sosial.
Tak hanya masyarakat awam, para selebriti juga turut mendukung adanya penegakan hukum untuk kasus bully Audrey.
Beberapa selebriti Indonesia yang turut bersimpati dengan tagar #JusticeForAudrey adalah Nikita Mirzani, Jefri Nichol, Hotman Paris, Ifan Seventeen, Widi Mulia, Umay Shahab, Judika, dll.
Beberapa YouTubers Indonesia juga turut memberi dukungan pada Audrey, misalnya Ria Ricis, Atta Halilintar, Jovial Da Lopez, Reza Oktovian, dll.