Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jokowi Dalam Arab Pegon
Ada yang menarik dari tulisan yang tercetak pada kaos yang dipakai Yenny Wahid ketika mendampingi kampanye Capres 01, Joko Widodo, di Bangkalan, Madur
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Endhiq Anang P
Ada yang menarik dari tulisan yang tercetak pada kaos yang dipakai Yenny Wahid ketika mendampingi kampanye Capres 01, Joko Widodo, di Bangkalan, Madura.
Ditulis dengan huruf Arab Pegon, pada kaos itu tampak huruf ta bersambung dan qof mati, huruf jim disambung dengan wauw mati, kaf disambung dengan wauw mati, lalu huruf wauw, yang bila dibaca secara keseluruhan berbunyi,
”Tetap Jokowi.”
Ini merupakan bentuk kampanye yang sangat jitu untuk menggaet suara dari pesantren-pesantren yang merupakan basis nahdliyin, sekaligus generasi milenial.
Kalangan pesantren dan nahdliyin tentu sudah akrab dengan Arab Pegon. Banyak sekali kitab-kitab di pesantren ditulis dengan huruf Arab Pegon.
Pada masa lalu, para ulama menulis ajarannya tidak menggunakan bahasa Arab atau Latin, melainkan Arab Pegon. Di luar pesantren, Arab Pegon bahkan dipakai pula oleh kalangan sastrawan, seperti Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
Arab Pegon bisa dikatakan sebagai bentuk bahasa yang kontekstual. Tulisan Arab Pegon menggunakan huruf-huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan konteks lokalitas. Maka, dikenallah Arab Jawi yang menggunakan bahasa Jawa atau Arab Melayu yang memakai bahasa Melayu.
Bila merujuk pada pandangan linguis asal Swiss, Ferdinand de Saussure, bahasa merupakan sistem tanda yang maknanya bisa dipahami oleh kelompok masyarakat tertentu. Menurutnya, tanda bahasa itu sendiri terdiri dari signifiant/penanda/bentuk dan signifie/petanda/makna.
Hubungan antara penanda dan petanda ini, menurut de Saussure, ibarat dua sisi kertas yang tak terpisahkan. Bentuk dan makna tersebut merupakan hasil kesepakatan masyarakat. Oleh karena itu, kemunculan Arab Pegon merupakan hasil dari konvensi kehidupan sosial masyarakat kala itu. Bisa dikatakan, Arab Pegon merupakan salah satu penemuan genuine masyarakat Nusantara dalam bidang linguistik.
Pegon berasal dari bahasa Jawa, pego, yang berarti ”menyimpang”. Arti ”menyimpang” tersebut bermakna bahwa Arab Pegon menyimpang dari konvensi bahasa Arab yang berkembang di Timur Tengah, dengan cara menciptakan konvensi baru yang berdasarkan kehidupan sosial masyarakat Nusantara. Dengan adanya kontekstualisasi tersebut diharapkan bisa membumikan segala jenis ilmu pengetahuan yang ada, baik ilmu agama, sastra dan ilmu-ilmu dari bidang lainnya.
Arab Pegon di Era Milenial
Ketika kita memasuki era Revolusi 4.0, maka kampanye pun mesti mengikuti era di mana ia akan digelar. Ini berarti, segala sesuatunya harus disesuaikan dengan ruh milenial, termasuk konten kampanye, apalagi jika mengingat jumlah generasi milenial yang banyak.
Salah satu fungsi kampanye adalah untuk memperluas ruang propaganda, sehingga bisa menjaring suara pemilih sebanyak mungkin. Dengan begitu, selain menarik, kampanye juga mesti mengikuti perkembangan zaman. Di sinilah tim kampanye harus membuat terobosan-terobosan yang bisa memikat hati semua kalangan masyarakat, termasuk generasi milenial. Salah satu contohnya, seperti yang dilakukan Yenny Wahid dengan memakai kaos dengan tulisan Arab Pegon.