Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bangsa yang Terbelah
Ancaman people power dari pihak yang merasa dicurangi secara eksesif dan sistematis telah menjadikan situasi politik tanah air menjadi sangat mencekam
Editor: Eko Sutriyanto
Janji reformasi hanya pepesan kosong. Demokrasi yang diusung bukannya terkonsolidasi tetapi dihempas oleh arus balik kekuatan lama yang berhasil berakrobat dan bertransformasi menjadi kaum reformis palsu.
Mereka tersebar di seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka begitu solid dan kompak bahkan kemudian terlembaga kedalam kekuatan politik penopang demokrasi yaitu partai politik.
Dengan lantang parpol-parpol mengkhotbakan demokrasi, kesetaraan dan persamaan hak. Tapi ironisnya, tak satu parpol pun yang konsisten menerapkan prinsip dasar demokrasi.
Baca: Forum Pemuda Peduli Demokrasi dan Konstitusi Minta Peserta Pemilu Siap Menang-Kalah
Manajemen dan tata kelola parpol sangat patrimonial, tertutup, otoriter dan koruptif-manipulatif.
Meski semua mengklaim sebagai partai terbuka, sistem rekrutmennya penuh dengan spirit pragmatisme sempit dengan ideologi yang hampir seragam; nasionalisme-relijius. Apa yang bisa diharap dengan kondisi objektif parpol seperti saat ini?
Krisis Berkepanjangan
Salah satu penyebab utama krisis berkepanjangan pasca reformasi adalah kehadiran ironis partai politik lama di panggung demokrasi.
Sejatinya, partai politik yang menjadi komprador rezim otoriter dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Elit-elitnya diadili dan seluruh assetnya disita oleh negara.
Kehadiran mereka di panggung reformasi telah menjadi virus yang secarah gigih menggerogoti seluruh sistem kebangsaan untuk membalikkan keadaan ke sistem lama dimana mereka berpesta pora.
Dengan slogan "piye kabare, enak jamanku to" kelompok ini bertransformasi di berbagai profesi dan keukeuh mengkampanyekan nostalgia zaman Suharto.
Mereka ingin mengaburkan kesalahan besar Orde Baru yang telah menjadikan anak-anak bangsa sebagai kuli di negerinya sendiri.
Baca: Penjelasan Fadli Zon Tentang Perbedaan Sikap BPN terhadap Hasil Pilpres dan Pileg
Corruption Threshold
Salah satu cara mengontrol kekuatan eksesif partai politik adalah menetapkan ambang batas korupsi.
Partai yang kadernya terbukti berdasarkan putusan pengadilan merugikan negara dengan jumlah tertentu yang disepakati didiskualifikasi dan dibubarkan.