Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sidang MK: Pandawa Vs Kurawa!
Dari “wow” menjadi “wew”, dari yang dijanjikan akan mencengangkan, ternyata justru menyebalkan.
Editor: Hasanudin Aco
Hal tersebut ramai-ramai dibantah, termasuk oleh Ketua Paguyuban Boyolali di Jakarta.
Jaswar Koto, ahli yang diajukan kubu Prabowo, pun tidak meyakinkan, bahkan kerap memancing sindiran dari Ketua Tim Hukum Jokowi-Maruf, Yusril Ihza Mahendra.
Pendek kata, saksi-saksi dan ahli yang diajukan kubu Prabowo-Sandi tidak mampu membuktikan tuduhan kecurangan yang dialamatkan ke kubu Jokowi-Maruf. Maka, KPU pun bersikap enteng saja.
KPU cukup mengajukan seorang ahli teknologi informasi, yakni Marsudi Wahyu Kisworo, tak perlu mengajukan ahli lain maupun saksi-saksi.
Dus, hampir semua pakar, termasuk mantan Ketua MK Mahfud MD menyatakan kesaksian dari kubu Prabowo-Sandi mentah dan tak mampu membuktikan dalil-dalil kecurangan yang mereka tuduhkan.
Kesaksian kubu Prabowo-Sandi terkesan asal-asalan, dan data yang diajukan pun berantakan.
Wani Ngalah
Bila sembilan hakim konstitusi setia kepada hati nuraninya serta berpijak pada fakta-fakta di persidangan, maka keputusan MK pada 28 Juni 2019 nanti pun sudah bisa ditebak.
Tapi apa pun keputusan MK, langkah Prabowo-Sandi mengajukan gugatan ke MK patut diapresiasi. Paling tidak, langkah ini mampu menganalisasi potensi konflik yang mungkin lebih meluas lagi antara kubu Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi.
Laiknya pertandingan sepak bola, setiap kesebelasan sedikit atau banyak pasti melakukan kecurangan, tergantung kadarnya.
Tapi, ada wasit yang menjadi hakim, dan dalam hal pilpres, wasit itu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan MK. Maka langkah Prabowo-Sandi mengajukan gugatan ke MK sudah tepat.
Bahwa krediblitas Prabowo-Sandi makin tergerus akibat persidangan di MK, itu harga yang harus mereka bayar. No lunch free (tak ada makan siang gratis), semua ada risikonya.
Harga yang harus ditanggung bangsa ini bahkan lebih besar lagi, yakni terjadinya kerusuhan, yang sebelumnya diawali dengan aksi demonstrasi para pendukung Prabowo-Sandi di sekitar kantor Bawaslu di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, yang menewaskan sedikitnya sembilan korban.
Hasil temuan Polri, para pelaku kerusuhan bukanlah para demonstran pendukung Prabowo-Sandi, melainkan kelompok lain yang memang berniat menciptakan kerusuhan.