Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kearifan Lokal dapat Digunakan untuk Merajut Kembali Persatuan Selain Deteksi Dini Paham Radikal
SEBAGAI NEGARA yang multikultural, Indonesia terkenal dengan kekayaan kebudayaan, bahasa, ras, dan agamanya.
Editor: Toni Bramantoro
Oleh karena itu menurutnya, sebenarnya setiap kondisi itu bisa dibaca atau dirasakan oleh semua orang. Namun hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membaca situasi secara mendalam demi menjaga persatuan.
“Dan orang-orang inilah yang seharusnya perlu kita bekali, kita lindungi, kita jaga dan kita beri motivasi agar beliau-beliau itu bisa berfungsi di lingkungan masyarakat yang memahami lingkungan sekitarnya. Seperti orang memberi obat itu ada di mana-mana, tapi ketika orang itu tidak dimanfaatkan maka bisa hilang saja dan sebagainya,” paparnya.
Dirinya mengatakan bahwa dari masyarakat sebenarnya banyak hal yang dapat dipetik dari praktek kearifan lokal yang ada di daerahnya.
Sekarang ini yang lebih penting mereka itu dapat mengadakan kegiatan-kegiatan bersama. Apalagi selama ini pemerintah telah mengucurkan dana desa, yang mana dana desa itu harus dikoordinir bersama untuk menghambat masuknya tenaga kerja dari luar desa ke dalam desa tersebut.
“Tentunya harus bisa memberdayakan tenaga yang ada di dalam desa itu sendiri dengan modal yang ada itu supaya ada ketenangan maupun ketentraman. Jadi harus dihidupkan kembali usaha kegiatan ekonomi bersama, tidak lagi sekedar pribadi-pribadi. Karena modal itu didanai oleh pemerintah. Itu yang pertama,” ujarnya.
Lalu yang kedua menuurtnya yakni harus ada ceramah, pendidikan dan pengajaran agama, khususnya kepada anak sampai orang dewasa. Seperti yang terjadi pada bulan Ramadan kemarin yang menurutnya banyak terjadi di Aceh yang tidak pernah sepi mulai dari Isya hingga Subuh di masjid maupun mushola. Yang mana pada umumnya kegiatan seperti itu dapat membawa ketenangan.
“Ini sengaja diadakan untuk mengingatkan kepada masyarakat sebagai kegiatan masyarakat bahwa kita itu harus saling damai dan selalu mendamaikan. Dan harus ditunjukkan pula bahwa Islam itu mengajarkan damai dan sebagainya,” kata pria yang saat ini menjadi penasehat pengurus FKPT Aceh ini.
Diakuinya bahwa secara menyelusuh sebenanrya kegiatan keagamaan seperti itu tidaklah kurang. Namun yang menjadi masalah selama ini adalah contoh keteladanan dari para tokoh-tokoh yang sangat kurang, sehingga hal itulah yang dapat menimbulkan kerentanan atau gesekan di masyarakat.
“Keteladanan tokoh politik, dan bahkan termasuk tokoh agama kadang-kadang kurang memberi teladan yang baik, teladan yang mengikat, teladan yang mengesankan kebaikan, kemaslahatan, kedamaian kepada masyarakat. Jadi yang kurang selama ini adalah keteladanan saja, kalau yang lain saya kira tidak ada yang kurang,” tuturnya.
Bahkan ketika kedua calon Presiden yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto kemarin bertemu dan berdamai itu menurutnya telah memiliki dampak yang sangat bagus sekali kepada rakyat.
“Yang namanya hati yang sebelumnya ‘mendidih’ itu bisa tenang, yang panas itu juga bisa dingin dan sebagainya,” katanya.
Karena hal-hal yang telah ditunjukkan oleh keduanya tersebut menurutnya juga akan berpengaruh juga terhadap kearifan lokal. Yusni pun memberikan filosofinya, busuknya ikan itu ada di kepala. Kalau di kepala rusuh atau rusak, maka jangan harap di badan ikan itu bisa baik. Tapi kalau kepala ikan itu baik, maka seluruh badan ikan itu juga baik
“Jadi filosofinya sebenarnya juga ada di tokoh-tokoh itu sendiri. Dalam pepatah Aceh dikatakan rusaknya pohon dadap itu karena ada sejenis kumbang. Yang mana diartikan disini rusaknya anak-anak itu karena orang dewasa atau orang-orang yang senior ini,” ujar Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini.
Untuk itu menurutnya, dalam membangkitkan kearifan lokal demi menjaga persatuan bangsa para tokoh-tokoh harus bisa berbuat bijak, tidak saling menghujat, mengkritik, apalagi jika berkaitan dengan agama.