Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kearifan Lokal dapat Digunakan untuk Merajut Kembali Persatuan Selain Deteksi Dini Paham Radikal

SEBAGAI NEGARA yang multikultural, Indonesia terkenal dengan kekayaan kebudayaan, bahasa, ras, dan agamanya.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Kearifan Lokal dapat Digunakan untuk Merajut Kembali Persatuan Selain Deteksi Dini Paham Radikal
ist
Prof Yusny Saby, Guru Besar UIN Aceh 

SEBAGAI NEGARA yang multikultural, Indonesia terkenal dengan kekayaan kebudayaan, bahasa, ras, dan agamanya. Dari dulu hingga saat ini masyarakat Indonesia hidup di tengah-tengah kearifan budaya lokaldalam menghadapi kebhinekaan.  

Karena di dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika terdapat kearifan lokal berupa ajaran hidup gotong royong, toleransi, kerja keras, dan saling menghormati.

Bahkan  kearifan lokal ini dapat dijadikan panduan dalam penyelesaian masalah perselisihan, konflik, kekerasan termasuk radikalisme. Kearifan lokal tidak hanya menjadi strategi kultural dalam menyelesaiakan masalah (problem solver), tetapi juga bisa menjadi deteksi dini (early warning system) bagi keberadaan ancaman paham radikal di tengah masyarakat..

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh,  Prof. DR. H. Yusny Saby, MA, Ph.D, mengatakan bahwa kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia di berbagai daerah sangat penting untuk mendeteksi ancaman radikalisme dan terorisme. Tak hanya itu, kearifan loal juga dapat digunakan sebagai wadah untuk merajut kembali persatuan bangsa pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.

Kearifan lokal itu begini, ada suatu ungkapan bahasa Aceh ‘Leumo bloh paya, kuda cot iku. Gob meuseunoh kuasa, tanyoe nyang karu  Artinya, sapi yang masuk ke lumpur, kuda yang terkejut. Orang lain yang berebut jabatan/kekuasaan, malah kita yang ribut. Ini urusan politik sudah selesai.

Politik ini jangan menjadikan kita menjadi kebingungan atau kesusahan atau tergoncang karena urusan urusan orang lain. Politik urusan politik. Demikian juga di bisnis ya bisnis juga seperti itu,” ujar Prof. DR. H. Yusny Saby, MA, Ph.D, di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Yusny mengungkapkan, yang terpenting dari kearifan lokal itu, dengan ungkapan itu supaya masing-masing orang itu untuk  melaksanakan urusannya sendiri-sendiri. Janganlah kita melakukan sesuatu itu melebihi dari apa yang sebenarnya sudah kita miliki. Hal ini sebagai upaya untuk membuat orang lain merasa damai dan nyaman dalam melakukan aktifitasnya.

Berita Rekomendasi

“Janganlah kita melebihi langkah-langkah kita. Telapak kaki kita itu seberapa besarnya, demikian juga dengan duduk, berapa lebar yang dibutuhkan. Sehingga dengan demikian itu akan ada kedamaian, keamanan dan tidak membuat orang-orang lain itu merasa Untuk itu dirinya meminta kepada semua pihak dalam melaksanakan kehidupan sehari-harinya diharapkan bisa sesuai dengan aturan ikutlah ketentuan. Itulah yang dimaksud dengan adat istiadat dan sistem yang sudah berlaku sesuai apa yang sudah digariskan. Itulah yang harus dipahami masyarakat,” urainya

Lebih lanjut dirinya memberikan gambaran tentang kearifan lokal sebagai deteksi dini dalam mengantisipasi paham radikal atau hal-hal lain yang dapat menggangu persatuan di suatu lingkungan masyarakat.

Yakni, ketika ada sedikit perbuatan negatif yang dilakukan oleh sesorang atau kelompok, maka harus ada orang-orang bijak yang dapat memahami suasana di lingkungan tersebut dalam  mengambil keputusan dengan tepat baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa memihak.

“Ini yang tentunya sangat penting sekali. Untuk itu kita harus selalu berkomunikasi dengan orang-orang bijak yang dapat memahami terhadap suasana itu, karena dialah yang lebih paham, karena tidak semua orang itu paham terhadapsuatu masalah,” tutur pria yang juga mantan Ketua Forum Koordinasi Pancegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Aceh ini.

Dirinya memberikan filosofi misalnya ada guncangan daun di pohon. Yang mana sebagian orang sudah mengetahui bawa itu buah burung kecil atau burung besar atau burung jinak dan sebagainya.

Demikian juga ketika ada orang senyum atau orang ketawa. Yang mana nampak ketawa terus atau senyum yang biasa-biasa saja.

“Tetapi bagi orang bijak itu dapat memahami bawa itu bukanlah ketawa orang yang bahagia, tetapi itu adalah ketawa duka cita, ketawa sinis dan sebagainya. Disinilah yang dimaksud dengan kearifan lokal secara bijak” kata Yusny

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas