Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
#MenolakLupa: Mengenang Peristiwa 27 Juli 1996
Orang-orang yang melempar tampaknya begitu terlatih sampai-sampai tembok yang terkena lemparan hancur.
Editor: Dewi Agustina
JALAN Diponegoro di Jakarta Pusat masih sepi ketika sekitar pukul 06.00 WIB hari Sabtu, 27 Juli 1996, ratusan orang turun dari truk yang berhenti di dekat kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Mereka berkaus oblong merah, bergegas turun dan mendekati pagar markas PDI.
Awalnya para satgas pendukung Megawati yang menginap di kantor tersebut menyangka rombongan itu adalah kawan seperjuangan, karena begitu turun dari truk mereka meneriakkan yel-yel, "PDI … PDI… Mega … Mega …!"
Yel-yel itu dibalas massa di dalam gedung, “Hidup Megawati!”.
Ternyata rombongan yang datang berkaos merah dengan ikat kepala bertuliskan “Pendukung Kongres IV Medan” itu ingin merebut secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro.
Para satgas di dalam gedung langsung siaga. Suasana menjadi tegang.
Terjadi pelemparan batu dari luar. Batu sekepalan tangan dan patahan paving block beterbangan.
Dari batu-batu yang dilempar itu, satgas pendukung Megawati membalas, meskipun lemparan batu dari luar sangat deras seperti hujan.
Orang-orang yang melempar tampaknya begitu terlatih sampai-sampai tembok yang terkena lemparan hancur.
Mobil jeep merah yang ada di pekarangan gedung ikut hancur terkena batu.
Bukan hanya batu, bom-bom molotov juga dilempar sehingga tenda, spanduk-spanduk, dan bahkan sepeda motor terbakar.
Korban yang ada di dalam gedung tak terelakkan. Sejumlah korban mengalami luka-luka di wajah, kepala, kaki, lengan dan badan.
Jerit tangis dan minta tolong, serta menyebut kebesaran nama Tuhan terdengar.
Genangan darah berceceran di dalam kantor terutama di dapur, karena para korban diamankan di dapur oleh rekan-rekannya untuk dirawat agar sadar dan pendarahannya berhenti.