Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pasar Bisnis Perhotelan di Era Leisure Kian Moncer dan Beragam
Posisi bisnis khususnya industri perhotelan di “dunia baru” seperti ini, justru banyak peluang yang bisa kita ambil dari perusahaan lain
Editor: Arif Setyabudi Santoso
Oleh: Dicky Sumarsono*
Dulu kita masih mengalami lawan yang jelas, supply demand-nya tunggal, pola kerja dan bisnis yang masih linier. Sedangkan di “dunia baru” tempat kita beraktivitas saat ini, justru lawan-lawan kita tidak terlihat, supply and demand melalui jejaring.
Namun demikian, posisi bisnis khususnya industri perhotelan di “dunia baru” seperti ini, justru banyak peluang yang bisa kita ambil dari perusahaan lain atau dari ide bisnis yang telah berjalan dari perusahaan lain, yang mungkin belum optimal dan masih bisa kita kembangkan hanya dengan merubah bisnis model, memperbaiki kinerja, merubah strategi, dan melakukan perubahan-perubahan secara sering agar tetap dinamis.
Menurut saya, strategi bisnis hotel yang diperlukan di era leisure antara lain menyuntikkan elemen experience ke value proposition, ciptakan momen WOW Experience, ciptakan happiness-esteem-meaning (HEM) pada konsumen, diferensiasi tercipta jika produk dan layanan memiliki unsur orisinalitas dan otentisitas, berikan panggung pada konsumen, ciptakan cerita yang otentik, dan lain-lain.
Perealisasian strategi tersebut di atas harus terkorelasi dengan sisi pemasaran. Sebab, konsumen baru semakin empowered dengan digitalisasi. Maka dari itu marketing pun harus bergerak dari enjoyment, experience, engagement, kemudian empowerment. Namun sebenarnya itu semua tak lain dari pentingnya sebuah keberanian berimprovisasi.
Saya yakin, semakin cepat hotel bergerak, semakin mudah untuk mengubah tantangan bisnis menjadi kesempatan berbisnis yang baru. Hanya yang bergerak lambat akan melihat digitalisasi sebagai sebuah ancaman. Oleh sebab itu sangat diperlukan model bisnis unik yang cocok di setiap bentuk strategi usaha, antara lain mengidentifikasi suatu nilai produk yang masih belum terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Pelaku industri hotel harus dapat beradaptasi dengan pesaing baru yang memanfaatkan teknologi dalam melayani pelanggan, jika ingin mendapatkan porsi lebih besar dalam pembagian pasar terutama yang sudah memiliki teknologi canggih hotel seperti di platform Airbnb, dan lain-lain. Teknologi membuat pengalaman pelanggan menjadi faktor penting dalam menciptakan reputasi sebuah hotel karena pelanggan dapat memberikan umpan balik secara online. Teknologi dimanfaatkan untuk memangkas biaya tenaga kerja, membuat beberapa lapangan pekerjaan di hotel tak membutuhkan sumber daya manusia terlalu banyak lagi.
Sangat banyak platform yang menjadi fasilitator dalam pemasaran yang dapat merangkul seluruh kalangan. Jutaan pengguna smartphone dimanjakan oleh berbagai aplikasi yang memuat beragam pilihan hotel disertai detilnya, seperti Booking.com, Tripadvisor, Traveloka, Tiket.com, Azanahotel.id dan masih banyak lainnya. Menurut saya, beragam platform e-commerce ini berlomba-lomba menyajikan pemasaran hotel. Kita dapat mengetahui daftar hotel di wilayah tertentu, bahkan disertai detail filter guna mempermudah pencarian yang menyodorkan kualifikasi hotel. Data Tripadvisor Indonesia memiliki 7,3 juta akomodasi yang bisa diakses. Bahkan pada tahun 2018, telah tersedia sekitar 17.000 hotel di Indonesia yang dapat dijangkau dengan mudah.
Dari masa ke masa, persaingan bisnis hotel semakin runcing. Ada 3 point yang sangat penting diperhatikan dalam berbisnis hotel, yakni bertahan, bertumbuh, dan berkembang. Untuk meraih ketiganya, pengetahuan dan taktik bisnis harus dimiliki oleh para pelaku bisnis hotel. Wawasan yang luas juga sangat diperlukan.
Seperti diketahui, bisnis perhotelan merupakan salah satu bisnis yang berpeluang besar untuk terus bertumbuh dan berkembang. Realitas ini membuat bidang perhotelan diminati oleh banyak investor dan para pelaku bisnis. Akibatnya, tingkat kompetisi meningkat. Saat ini, persaingan bisnis perhotelan telah memasuki era yang kompleks dalam segala aspek. Bukan hanya terkait customer yang menjadi target orientasi, tetapi juga organisasi atau manajemennya. Akibat serangan kompetitif internal dan eksternal, bisnis ini memberikan peluang yang sangat menguntungkan jika pelaku bisnis mampu mengelolanya secara akurat.
Bisnis hotel menuntut sistem perubahan yang cenderung cepat dan sering. Untuk menyesuaikan diri, dibutuhkan kemampuan manuver atau bahkan berpindah jalur demi memperoleh value yang lebih tinggi.
Pada umumnya pada neraca keuangan hotel dijelaskan sesuatu yang bersifat fisik yang harus dimiliki perusahaan dan ada dalam batas-batas perusahaan. Biasanya hotel melihat yang paling penting neraca dan laba rugi. Bagi hotel yang memiliki asset dan barang, neraca keuangan akan memberikan gambaran yang wajar mengenai asset produktif dan laporan laba rugi dalam menciptakan nilai bagi pemegang saham. Namun tidak bagi perusahaan digital, sering sekali mereka tidak memiliki asset tetapi mereka memiliki ekosistem yang tumbuh berkelanjutan.
Jadi saya memprediksi dengan adanya shifting dari konsumsi non leisure menjadi leisure serta menguatnya perekonomian global dan banyaknya pilihan baru tentang smart budget traveling akan mendorong naiknya tingkat perjalanan di tahun 2019 hingga tahun-tahun kedepan, semuanya menjadi semakin mudah dan semakin terjangkau untuk dikunjungi. Hal ini berdampak pada occupancy hotel yang akan semakin tinggi. Pasalnya, kebutuhan berlibur bagi keluarga dan kalangan milenial sekarang ini sudah menjadi kebutuhan utama. Apalagi dari sisi pendapatan dan daya beli, juga terus meningkat.
Setiap zaman hadir dengan karakteristik dan tantangan masing-masing, kemajuan teknologi yang amat pesat, perubahan di berbagai bidang kehidupan, termasuk di bidang perhotelan. Saat ini pasar hotel semakin beragam dan luas seperti kalangan milenial yang banyak dibidik para pebisnis hotel karena kecenderungan kebiasaan mereka yang konsumtif. Milenial yang lahir pada rentang tahun 1980-an sampai pertengahan 1990-an sebagian besar masuk dalam kategori budget traveller.
Dengan mengoptimalisasi perkembangan tren budget traveller, hal ini berpengaruh bahkan mendongkrak pertumbuhan pariwisata. Budget travel merupakan bentuk wisata yang menempatkan anggaran sebagai pertimbangan penting, terutama dengan memilih akomodasi dan transportasi dengan harga terjangkau. Seperti 50 hotel dibawah naungan management Azana yang occupancy rata-ratanya mencapai diatas 80% terutama yang berada di kota-kota kabupaten dan Indonesia timur.
Oleh sebab itulah pasar bisnis perhotelan kedepan semakin luas dan semakin besar ceruknya, mulai dari traveler, pebisnis, MICE, ditambah dengan kegiatan-kegiatan sosial & meeting yang dilaksanakan di hotel semakin banyak. Apalagi jika sejak awal ketika akan membangun sebuah hotel sudah terlebih dahulu mempetimbangkan tiga hal penting utama seperti lokasi yang tepat, konsep yang tepat dan nilai investasi yang tepat. Alhasil hotel akan meraup untung berlipat baik secara recurring income, capital gain income bahkan valuasi.
*CEO Azana Hotels & Resorts