Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Batik Bukan Hanya Kain untuk Busana Melainkan Budaya Identitas dan Jati Diri Bangsa Indonesia

SEMARAK tari kolosal dari berbagai daerah di Indonesia mengalun indah bersama alur cerita drama musikal dengan judul 'Malam dan Tjanting'.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Batik Bukan Hanya Kain untuk Busana Melainkan Budaya Identitas dan Jati Diri Bangsa Indonesia
ist
Malam dan Tjanting,Judul ini diambil dari kisah pembatik yang dikemas menarik agar mudah dipahami oleh masyarakat umum, khususnya kaum milenial, yang hadir di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu 2/10) malam. 

SEMARAK tari kolosal dari berbagai daerah di Indonesia mengalun indah bersama alur cerita drama musikal dengan judul 'Malam dan Tjanting'.

Judul ini diambil dari kisah pembatik yang dikemas menarik agar mudah dipahami oleh masyarakat umum, khususnya kaum milenial, yang hadir di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu 2/10) malam.

Drama musikal ini menceritakan perjuangan Malam dan Tjanting dalam menghadapi Tuan Print yang dimainkan dengan apik oleh Sanggar Aditya serta diiringi musik Dwiki Dharmawan.

Acara ini merupakan inisiatif dari komunitas pecinta batik Aruna Tjakra Kinarya, Penida Wastra Persada, Yayasan Tjanting Batik Nusantara, yang difasilitasi oleh Kemendikbud dan didukung Kementerian Luar Negeri, PT BNI (Persero), serta komunitas batik lainnya.

Dihadiri pula seorang pelestari pembuat canting asal Pekalongan, Jawa Tengah, Chuzazi dari Pekalongan. Canting memiliki peranan penting dalam pembuatan (batik) canting. Bersama kedua anaknya, Chuzazi turut melestarikan canting, melestarikan batik dari hulunya.

"Batik bukan hanya selembar kain untuk busana, melainkan budaya, identitas dan, jati diri bangsa Indonesia," kata Chuzazi.

Kegiatan itu sengaja digelar dalam rangka merayakan Hari Batik Nasional 2019 yang mengangkat tema 'Batik Khazanah Peradaban'. Tema ini diambil sebagai pengingat bahwa kita akan menemukan motif batik yang khas dalam momen-momen perjalanan bangsa Indonesia.

Berita Rekomendasi

Batik juga merupakan bentuk akulturasi budaya, seperti menemukan unsur budaya India, Arab, Eropa, atau Tiongkok dalam motif-motif batik.

"Mencanting selalu diawali dengan menitik, goresan canting selalu bergerak maju," imbuh Chuzazi.

Pernyataan itu merupakan simbol bahwa batik selalu dapat bergerak seiring perkembangan zaman. Batik membutuhkan perhatian dan kehadiran serta dukungan dari semua pihak, khususnya bagi regenerasi pengrajin batik itu sendiri.

Kemendikbud menyebut batik memiliki peranan penting sepanjang perjalanan hidup bagi masyarakat.

"Pada saat kehamilan, sang ibu mengenakan kain batik dengan motif berbeda untuk ritual misani (sebulan), mindoni (dua bulan), neloni (tiga bulan), hingga mitoni (tujuh bulan)," kata Direktur Warisan Budaya Kemendikbud, Nadjamuddin Ramly, Rabu (2/10/2019).

Dia mengatakan saat sang anak lahir, kain batik digunakan untuk membebat serta untuk menggendong anak. Kain batik dengan motif berbeda akan digunakan pada ritual inisiasi anak laki-laki berupa khitanan.

Begitu pula pada ritual pernikahan, salah satunya adalah kain batik motif sidoasih yang bermakna agar pasangan pengantin dilimpahi kasih sayang dan kebahagiaan selama hidup berumah tangga.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas