Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sepuluh Kelemahan Kesebelasan Nasional Indonesia (Bagian 3)
Para pemain kesebelasan Indonesia sebagai atlet “profesional” sangat memalukan. Ketahanan fisik mereka jauh dari standar minimal atlet.
Editor: Dewi Agustina
Pelangggran sering terang-terang atau karena keisengan. Pada tingkat internasional hal ini tidak dapat ditoleransi, sehingga pemain Indonesia sering terkena kartu kuning, merah atau pinalti.
Tanpa sadar “tradisi” atau kebiasaan dalam kompetisi lokal yang sering melakukan perbuatan tercela akhirnya menjadi “habit,” dan terbawa pada pertandingan internasional. Walhasil pemain Indonesia sering diusir atau dihukum pinalti.
Sebenarnya, kesebelasan asing juga banyak melakukan permainan keras dan bankan kasar, dan sepintas tidak dihukum wasit.
Baca: Wali Kota Risma Sedang di Jakarta, Dipanggil Jokowi?
Kenapa? Mereka melakukannya dengan “trick” yang pas: tidak kelihatan mencolok di mata wasit dan dengan cara yang seolah-olah masih dalam koridor peraturan FIFA, sehingga perbuatan pemain asing itu menjadi abu-abu, pelanggaran atau bukan.
Sebaliknya pemain Indonesia melakukan pelanggaran itu terlihat jelas di penglihatan hakim atau bertentangan diametral dengan peraturan FIFA, karena pemain kita tidak begitu menguasuai peraturan.
Untuk membenahi perilaku pemain masional Indoensia, harus dimulai dengan pembenahan di kompetisi lokal. Sejak awal perlu dibangun budaya menghormati wasit dan penegakan peraturan dengan tegas.
Siapapun pemain yang kasar, harus dihukum. Pemain yang melawan wasit apalagi sampai memganiayai wasit, kenakan sanksi yang sangat berat.
Kalau mereka sampai memukul wasit, apapun alasannya, berikan sanksi maksimal: skors seumur hidup.
Pemain seperti ini tidak dapat dikasihani karena dia pun tidak mengasihani dirinya sendiri dengan perbuatan yang menghancurkan sportivitas dunia olah raga.
Baca: Gibran Rakabuming Pastikan Maju Pilkada Solo, Anak Sulung Jokowi Pasrahkan Bisnis Kuliner ke Kaesang
Selain itu hukuman yang “keras” juga sebagai sinyal kepada pemain lain, agar jangan mengulangi perbuatan semacam itu.
Selama ini sanksi yang diberikan sangat lemah dan tidak memberi efek jera baik untuk pemain yang melakukannya maupun untuk pemain lainnya.
Akibatnya, selalu saja terulang perbuatan semacam itu...(bersambung)