Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perlukah Sumpah Pemuda Jilid II?
Kita yakin Presiden Jokowi bangga menggunakan bahasa Indonesia di dalam dan luar negeri.
Editor: Hasanudin Aco
Sebagai mantan pebisnis yang kerap ke luar negeri dan berinteraksi dengan orang-orang asing, diyakini Presiden Jokowi lancar berbahasa Inggris meski mungkin tidak mahir-mahir amat.
Jadi, bila ada asumsi Jokowi sering mewakilkan ke JK untuk hadir dalam Sidang Umum PBB karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu kurang fasih berbahasa Inggris, mungkin kurang tepat.
Kita yakin Presiden Jokowi lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing, dan memang sudah seharusnya demikian.
Masih segar dalam ingatan kita ketika menjadi Presiden, almarhum Pak Harto juga selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam pidato resminya di forum domestik maupun internasional.
Bukan karena Pak Harto tidak mahir berbahasa Inggris, melainkan karena ia bangga dengan bahasa Indonesia.
Bahasa menunjukkan bangsa. Dengan berbahasa Indonesia di forum internasional, maka Pak Harto mengangkat nama Indonesia di mata dunia.
Perhatikan pula bangsa-bangsa lain seperti Jepang, Tingkok, Korea, Perancis, Jerman dan sebagainya yang lebih bangga menggunakan bahasa nasional mereka masing-masing meski sedang berada di luar negeri.
Kini, apa yang terjadi dengan Indonesia?
Bangsa kita, terutama anak-anak remaja di perkotaan, ada kecenderungan lebih bangga menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris, Mandarin, atau Arab dalam pergaulan sehari-hari.
Dengan berbahasa asing mereka merasa seakan memiliki kelas tersendiri. Sudah lunturkah kebanggan kita berbahasa Indonesia?
Bahasa menunjukkan bangsa. Sudah lunturkah kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia, ketika kita enggan berbahasa Indonesia? Dari titik ini nasionalisme dan patriotisme kita pun dipertanyakan.
Tidak hanya remaja, di sepanjang jalan protokol Ibu Kota pun banyak papan nama dan reklame yang menggunakan bahasa asing.
Bahkan perusahaan-perusahaan domestik pun menggunakan nama dengan bahasa asing, di antaranya Lion Air, Bank Central Asia (BCA), dan sebagainya.
Kawasan bisnis di Semanggi, Jakarta Selatan, pun menggunakan nama dengan bahasa Inggris, yakni Sudirman Central Business Distric (SCBD).