Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perlukah Sumpah Pemuda Jilid II?
Kita yakin Presiden Jokowi bangga menggunakan bahasa Indonesia di dalam dan luar negeri.
Editor: Hasanudin Aco
Nama hotel, bahkan hingga nama perusahaan penyiaran pun tak luput dari penggunaan bahasa asing, misalnya TV One, Metro TV, Inews TV, dan sebagainya.
Bila kita ke Bekasi, Jawa Barat, ada kecenderungan penggunaan bahasa asing pula, dalam hal ini bahasa Arab, untuk memberikan nama jalan dan gang.
Bekasi mungkin bukan satu-satunya yang dilanda kecenderungan ini.
Bila sudah demikian, perlukah kita menggelar kembali Sumpah Pemuda seperti yang pernah diikrarkan para pemuda pada 28 Oktober 1928 yang Senin (28/10/2019) lalu baru kita peringati?
Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia.
Berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bila sudah tidak bangga berbahasa Indonesia, bagaimana pula kita bisa bersatu, karena bahasa Indonesia, sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, adalah bahasa persatuan.
Mungkin kita memang perlu menggelar Sumpah Pemuda Jilid II.
Dr. Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota MPR/DPR RI dan Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI) Jakarta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.