Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Perlukah Sumpah Pemuda Jilid II?

Kita yakin Presiden Jokowi bangga menggunakan bahasa Indonesia di dalam dan luar negeri.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Perlukah Sumpah Pemuda Jilid II?
Ist/Tribunnews.com
Sumaryoto Padmodiningrat. 

Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat

TRIBUNNEWS.COM - Mengapa Presiden Joko Widodo sering mewakilkan ke Wakil Presiden (saat itu) Jusuf Kalla untuk hadir dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), apa karena takut berpidato dalam bahasa Inggris?

Mengapa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyarankan agar para pejabat lihai berbahasa Inggris, apakah ia sedang menyindir Presiden Jokowi yang mungkin ia asumsikan kurang lihai berbahasa Inggris?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kian menohok tatkala Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) No 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.

Perpres ini melengkapi Perpres era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Perpres No 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden, Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya.

Perpres yang diteken Jokowi pada 30 September 2019 itu, Pasal 5 menyebutkan, 'Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.'

Beleid itu dirinci lagi menjadi 'pidato resmi di dalam negeri' dan 'pidato resmi di luar negeri'.

BERITA TERKAIT

Di dalam negeri, Presiden tetap wajib berbahasa Indonesia di forum nasional atau pun internasional.

Aturan mengenai 'pidato resmi di luar negeri' tercantum dalam Pasal 16 hingga Pasal 22. Secara spesifik, forum internasional di luar negeri yang disebut di Perpres tersebut salah satunya forum di PBB.

Perpres 63/2019 diterbitkan atas pertimbangan bahwa Perpres era SBY hanya mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta pejabat negara lainnya.

Perpres era SBY belum mengatur penggunaan bahasa Indonesia untuk keperluan lain.

Ya, Perpres 16/2010 belum mengatur penggunaan bahasa Indonesia untuk keperluan lain sebagaimana diamanatkan Pasal 40 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2OO9 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Sedangkan Perpres 63/2019 tak hanya mengatur pidato Presiden dan pejabat negara, tapi juga mengatur penggunaan bahasa Indonesia di peraturan, dokumen resmi negara, bahasa pengantar pendidikan, hingga nota kesepahaman dan sebagainya.

Ternyata, Perpres yang diterbitkan Presiden Jokowi bukan karena ia katakanlah kurang mahir berbahasa Inggris, melainkan karena Perpres tersebut menyempurnakan Perpres serupa yang terbit di era SBY.

Sebagai mantan pebisnis yang kerap ke luar negeri dan berinteraksi dengan orang-orang asing, diyakini Presiden Jokowi lancar berbahasa Inggris meski mungkin tidak mahir-mahir amat.

Jadi, bila ada asumsi Jokowi sering mewakilkan ke JK untuk hadir dalam Sidang Umum PBB karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu kurang fasih berbahasa Inggris, mungkin kurang tepat.

Kita yakin Presiden Jokowi lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing, dan memang sudah seharusnya demikian.

Masih segar dalam ingatan kita ketika menjadi Presiden, almarhum Pak Harto juga selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam pidato resminya di forum domestik maupun internasional.

Bukan karena Pak Harto tidak mahir berbahasa Inggris, melainkan karena ia bangga dengan bahasa Indonesia.

Bahasa menunjukkan bangsa. Dengan berbahasa Indonesia di forum internasional, maka Pak Harto mengangkat nama Indonesia di mata dunia.

Perhatikan pula bangsa-bangsa lain seperti Jepang, Tingkok, Korea, Perancis, Jerman dan sebagainya yang lebih bangga menggunakan bahasa nasional mereka masing-masing meski sedang berada di luar negeri.

Kini, apa yang terjadi dengan Indonesia?

Bangsa kita, terutama anak-anak remaja di perkotaan, ada kecenderungan lebih bangga menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris, Mandarin, atau Arab dalam pergaulan sehari-hari.

Dengan berbahasa asing mereka merasa seakan memiliki kelas tersendiri. Sudah lunturkah kebanggan kita berbahasa Indonesia?

Bahasa menunjukkan bangsa. Sudah lunturkah kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia, ketika kita enggan berbahasa Indonesia? Dari titik ini nasionalisme dan patriotisme kita pun dipertanyakan.

Tidak hanya remaja, di sepanjang jalan protokol Ibu Kota pun banyak papan nama dan reklame yang menggunakan bahasa asing.

Bahkan perusahaan-perusahaan domestik pun menggunakan nama dengan bahasa asing, di antaranya Lion Air, Bank Central Asia (BCA), dan sebagainya.

Kawasan bisnis di Semanggi, Jakarta Selatan, pun menggunakan nama dengan bahasa Inggris, yakni Sudirman Central Business Distric (SCBD).

Nama hotel, bahkan hingga nama perusahaan penyiaran pun tak luput dari penggunaan bahasa asing, misalnya TV One, Metro TV, Inews TV, dan sebagainya.

Bila kita ke Bekasi, Jawa Barat, ada kecenderungan penggunaan bahasa asing pula, dalam hal ini bahasa Arab, untuk memberikan nama jalan dan gang.

Bekasi mungkin bukan satu-satunya yang dilanda kecenderungan ini.

Bila sudah demikian, perlukah kita menggelar kembali Sumpah Pemuda seperti yang pernah diikrarkan para pemuda pada 28 Oktober 1928 yang Senin (28/10/2019) lalu baru kita peringati?

Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia.

Berbangsa satu, bangsa Indonesia.

Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Bila sudah tidak bangga berbahasa Indonesia, bagaimana pula kita bisa bersatu, karena bahasa Indonesia, sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, adalah bahasa persatuan.

Mungkin kita memang perlu menggelar Sumpah Pemuda Jilid II.

Dr. Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota MPR/DPR RI dan Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI) Jakarta.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas